Ilustrasi gambar : SAINT T epat 21 tahun lalu, tepatnya 21 Mei 1998 silam, terjadi momen penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Kala itu...
Ilustrasi gambar : SAINT |
Tepat 21 tahun lalu, tepatnya21 Mei 1998 silam, terjadi momen penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Kala itu Soeharto, presiden yang berkuasa selama 32 tahun menyatakan mundur dari kursi Presiden Republik Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh tuntutan dari berbagai elemen yang menghendaki reformasi. Dimulai dari gerakan mahasiswa, tercetuslah 6 Tuntutan Reformasi yang salah satu poinnya adalah mendesak dihapuskannya bentuk sentralisasi dan digantikan dengan desentralisasi kekuasaan. Singkatnya, reformasi menghendaki adanya pembagian kekuasaan dan kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah (Otonomi Daerah).
Sebagai jawaban dari berbagai persoalan yang muncul dalam pelaksanaan otonomi daerah, terutama yang menyangkut tata kelola Desa. Pemerintah menetapkan kebijakan pengaturan desa yang baru, lahirlah Undang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Hal ini merupakan babak baru/reformasi bagi desa pada era reformasi Indonesia, kelahiran UU Desa menjadi harapan baru untuk kemajuan desa disebabkan UU ini menempatkan desa sebagai subjek yang mampu mengatur dan mengelola dirinya sendiri.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah menempatkan posisi desa sebagai kesatuan masyarakat hukum adat sesuai dengan hak asal- usul desa, sehingga otonomi desa diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada pasal 4 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 bertujuan: a) memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuaan Republik Indonesia; b) memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia; c) melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa; d) mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama; e) membentuk pemerintahan Desa yang profesional, efisien, efektif, terbuka, dan bertanggungjawab; f) meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum; g) meningkatkan ketahan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahan nasional; h) mewujudkan prekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional dan; i) memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.
Dalam posisi desa sebagai sub sistem dari sistem pemerintahan secara nasional, maka desa diberi kewenangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagai konsekwensi dari keberadaan desa sebagai sebuah entitas pemerintahan.
Undang-undang Desa telah memberikan kewenangan yang begitu besar kepada desa yaitu :
1. kewenangan berdasarkan hak asal-usul;
2. kewenangan lokal berskala desa;
3. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah Provinsi atau Pemerintah daerah Kabupaten/ Kota; dan
4. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah Provinsi atau Pemerintah daerah Kabupaten/ Kota.
Selain kewenangan hak asal- usul dan kewenangan lokal berskala desa, desa juga diberikan kewenangan lain oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan/atau Kabupaten/ Kota, sebagaimana tertuang dalam pasal 22 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembianaan kemasyarakatan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Tahun ini implementasi UU Desa telah memasuki tahun keempat. Berbagai aturan turunan undang-undang desa mulai dari Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, dan Peraturan Bupati sudah dibuat. Peran dan fungsi kelembagaan dalam pelaksanaan UU Desa pun, mulai dari Kementerian, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kecamatan, serta Pemerintah Desa juga sudah dijalankan.
Program-program yang dilaunching oleh pemerintahpun dijalankan seperti Program 4 Prioritas Dana Desa, Program Inovasi Desa, yang digagas oleh Kementrian Desa, selain itu Kementrian Dalam Negeri bekerja sama dengan BPKP mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa dengan membuat sebuah produk yaitu Aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes). Dan Pemerintah Daerah pun tidak kalah dalam membuat program seperti Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat yang membuat tiga pilar pembangunan desa.
Tiga pilar andalan pemrov jabar tersebut meliputi Pertama, digitalisasi layanan dasar desa. Pilar tersebut meliputi progam 1 Desa 1 Hafidz, Siskeudes non Tunai, Desa Binaan Perguruan Tinggi, Patriot Desa Digital, Teachcast, Sapa Warga (1 RW 1 HP), WA Grup Desa, E-Commerce Desa, Internet Masuk Desa, dan Sekoper Cinta.
Pilar Kedua bernama One Village One Company (OVOC) yang meliputi program Holding BUMDes, Revitalisasi Pasar Desa, Desa Wisata, Kredit Mesra, 1 Desa 2 Bumdes, Bumdes Juara, Sekolah CEO, CEO Bumdes, dan Teknologi Tepat Guna Juara.
Pilar terakhir adalah Gerakan Membangun Desa (Gerbang Desa) dengan program Masjid Tempat Peradaban, Jalan Desa Mulus, Sanitasi, Jembatan Gantung Desa, Kampung Caang Listrik, Posyandu Juara, Balai Desa Juara, Mobil Maskara, SMK Masuk Desa, dan Peningkatan Desa Mandiri.
Terlepas dari berbagai persoalan yang muncul, semua program tersebut baik yang dikeluarkan oleh kementrian maupun pemda semoga menjadi ramuan mujarab untuk mendorong/mendukung implementasi undang-undang desa pada era reformasi ini, demi akselerasi terwujudnya Desa Kuat, Maju, Sejahtera, Mandiri, dan Demokratis.
Oleh : Asep Jazuli
(Pendamping Lokal Desa, Penikmat Kopi, dan Alunan Musik)
No comments
Note: Only a member of this blog may post a comment.