Page Nav

10

Grid

SNIPSET

true
true

Pages

Breaking News:

latest

Risalah Desa sebagai Entitas Masyarakat Berpemerintahan

Oleh: Lendy Wibowo (Korbid III KN-PID) PEMBUKTIAN atas tata kelola desa dengan 2 kementerian (Kemendagri dan Kemendes) 4 tahun terakhir meru...




Oleh: Lendy Wibowo (Korbid III KN-PID)

PEMBUKTIAN atas tata kelola desa dengan 2 kementerian (Kemendagri dan Kemendes) 4 tahun terakhir merupakan kajian menarik. Tetapi sebelum itu, akan lebih menarik kalau kita melihat spektrum pemikiran dan tafsir atas kedudukan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum sebagaimana dimaksud UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. 

Sebelum itu, juga kita melihat bahwa mendalami desa tidak hanya pada aspek administratif membawa pemikiran pada persoalan kehidupan riil di desa. Tentang lapangan kerja, modal, produksi, pasar, dan bagaimana ekonomi berputar di desa. Pada bagian lain, kepemilikan aset oleh desa yang diharapkan berujung pada modal ekonomi politik yang bisa bermanfaat bagi rakyat banyak di desa. Termasuk soal ketersediaan serta akses terhadap sarana dan prasarana sosial dasar. 

Oleh karena itu, model pendekatan konsolidasi perencanaan dan penganggaran desa menentukan pemecahan kongkrit dari aspek strategis desa ini. Persoalan desa tidak bisa hanya disikapi pada kebutuhan layanan administratif. Dari sini diskusi yg lebih mendasar tentang kedudukan Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum bermula. 

Dualitas desa sebagai entitas pemerintahan dan sebagai kesatuan masyarakat hukum, menampilkan tanda format otonomi desa akan seperti apa. UU Desa telah menempatkan desa menjalankan fungsi pemerintahan sekaligus kesatuan masyarakat yang melaksanakan pembangunan dan pemberdayaan. Dualitas desa dalam kesatuan ini, menempatkan kedudukan desa bersifat unik. Pada bagian lain, kedudukan desa juga terkait dengan peran, kapasitas dan dukungan kebijakan. 

Posisi dan kedudukan desa terhadap masyarakat bersifat pemenuhan kewajiban dan tangung jawab, sedangkan terhadap negara bersifat hak-hak yang seharusnya diterima. Pada kenyataannya beragam tafsir atas kedudukan desa menjadi kunci perlakuan negara terhadap desa. Desa dengan kewenangan yang dimiliki bukan berarti sebagai hilangnya kewajiban dan tanggung jawab negara kepada desa. Hal ini menjadi karakter (penjiwaan) UU Desa dalam bentuk-bentuk pengakuan, kewenangan, regulasi, dana, dan dukungan program/kegiatan.

Desa sebagai kesatuan masyarakat diakui dan dihormati dalam bentuk, hak serta kewenangan asal usul, seperti Nagari di Sumatera Barat, Lembang di Tana Toraja, Kuwu di Cirobon, Desa Pakereman di Bali dan Kampung di Papua serta lain-lain tempat. Pengakuan Negara tersebut diwujudkan dalam bentuk hak asal usul desa dan dalam bentuk kewenangan desa sebagai kewenangan berdasarkan asal usul.


Selain itu, desa diberikan kewenangan oleh negara dalam bentuk Kewenangan Desa berskala lokal. Dua kewenangan ini menegaskan pengakuan negara terhadap desa sebagai bentuk, pranata yang masih berjalan (rekognisi) dan pengakuan negara terhadap kapasitas desa dalam mengelola urusan-urusan pembangunan dan pemberdayaan (subsidiari).

Sumber kewenangan desa menjadi kunci, dalam kadar dan derajat otonomi, serta desa dalam layanan administratif, seharusnya menjadi pemicu pemikiran dan tindakan dinamis desa. Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum berarti komunitas sebagai subjek yang berpemerintahan. Oleh karena itu, desa adalah subjek hukum, yang direpresentasikan melalui kepala desa.

Dalam pemerintahan desa, terkandung muatan masyarakat dan kepentingan masyarakat, demikian juga sebaliknya. Dalam mindset kepala desa, perangkat desa dan masyarakat, soal-soal partisipasi, desa inklusi dan akses masyarakat ini mesti tuntas agar persoalan ini tidak menggaris kepentingan yang terpecah-pecah. Benar, bahwa setiap kelompok mempunyai kepentingan-kepentingan yang dipertemukan melalui musyawarah, akan tetapi dalam musyawarah desa juga, kekuatan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum juga mesti berhasil merumuskan ‘kepentingan bersama/common interest’ sebagai bukti komunitas yang hidup dan aktif.

Oleh karenanya, merumuskan aturan dengan menjadikan UU Desa sebagai konsideran, membawa konsekuensi logis ketaatan terhadap terminologi Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum.

Kecenderungan komunitas desa yang makin terbuka, membawa desa pada pilihan konsensus baru pada tingkat lokal sebagai pilihan dan keputusan partisipatif yang layak dihargai. Setiap pilihan membawa konsekuensi pada kewenangan dan anggaran desa, tetapi yang lebih penting, negara telah membangun relasi yang dewasa dengan desa.


Dalam relasi ini, tahapan hubungan bersifat dinamis dan direncanakan dengan matang termasuk menggunakan berbagai ukuran. Termasuk Inovasi Desa. **






No comments

Note: Only a member of this blog may post a comment.