Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014, maka Desa tumbuh menjadi suatu kekuatan tersendiri yang selama ini tidak pernah diperhitun...
Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014, maka Desa tumbuh menjadi suatu kekuatan tersendiri yang selama ini tidak pernah diperhitungkan karena hanyalah menjadi objek pembangunan. Demikian pula pada sektor kesehatan, dimana saat ini Desa memiliki Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa untuk menentukan kegiatan-kegiatan prioritas pada sektor kesehatan dalam mewujudkan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas bagi masyarakat Desa.
Dahulu, pemerintah pusat serta pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang diberlakukan secara kewilayahan, baik itu di tingkat nasional, maupun tingkat daerah, yang mencakup hingga ke akar rumput secara radikal, artinya kebijakan operasional dilaksanakan sama di seluruh wilayah tanpa memandang tipikal daerah tersebut, sehingga menjadikan target capaian selalu meleset.
Artinya, suka tidak suka, mau tidak mau, daerah di tingkat terbawah, dalam hal ini Desa, harus melakukan instruksi intervensi meski tidak sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya dan masalah yang dialaminya.
“kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis”
Saat ini, Desa, seolah-olah menjadi wilayah yang bersifat status quo, tidak ada yang dapat mengintervensi dan tidak ada yang dapat memaksakan kehendak dengan dalih kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa. Dan pada bidang kesehatan, pemerintah pusat melalui lembaga teknis yang berkaitan, yaitu Kementerian Kesehatan dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasioanl (BKKBN), berpikir keras untuk membuat suatu program yang menyentuh di tingkat Desa, bahkan dalam beberapa pedoman teknisnya, tercantum kewajiban Desa untuk mengalokasikan Dana Desa yang didapat dari APBN untuk bidang kesehatan. Bahkan berbagai organisasi dan lembaga non pemerintah pun melirik hal ini sebagai hal yang cantik untuk diolah. Sudah tentu, hal tersebut sangat rawan atas resiko mencederai kedaulatan Desa.
Untuk itu, saya berpikiran, untuk menyelamatkan Desa serta anak cucu kita sebagai generasi penerus, negara ini selain dilakukan perkuatan pada bidang infrastruktur dan ekonomi, maka diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, yang memiliki kedigdayaan dalam bersaing dalam dunia global. Untuk capaian cita-cita tersebut, tentu diperlukan suatu sistem yang mengatur persoalan dan masalah di bidang kesehatan. Sistem kesehatan tingkat Desa ini akan sesuai dengan tipologi Desanya masing-masing, dimana hasil akhirnya adalah setiap Desa akan memiliki sistem kesehatannya sendiri dengan tujuan menghasilkan sumber daya manusia yang sehat sebagaimana dijabarkan dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada Bab I, Pasal 1, Ayat 1, “Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.”.
Dengan luhurnya definisi kesehatan di dalam undang-undang tersebut dan begitu banyaknya masalah kesehatan di negeri ini, saya mencoba untuk menyusun suatu konsep tentang model Sistem Kesehatan Desa berbasis Undang-undang Nomor 6 Tahun 2015 yang dikaitkan kepada Universal Health Coverage dengan indikator Indeks Desa Membangun dan Human Development Indeks melalui target capaian SDG’s
Adapun sebagai perluasan wacana selain basis-basis tersebut di atas adalah program Perdesaan Sehat dengan 5 pilarnya melalui konsep Revolusi Kesehatan, yang dinilai berhasil mengentaskan permasalahan kesehatan di wilayah perdesaan di daerah-daerah tertinggal, yang dimotori oleh Dr. Hanibal Hamidi, MKes, melalui Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia pada masa pemerintahan Presiden SBY. Yang tentunya Sistem Kesehatan Nasional serta Sistem Jaminan Sosial Nasional bidang kesehatan yang diaplikasikan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan hingga saat ini telah menuai banyak masalah, mulai dari permintaan subsidi anggaran yang selalu meningkat di setiap tahunnya serta jasa medis yang tidak sesuai dengan nilai risiko dan nilai kemanusian terhadap fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang berperan sebagai lini depan program ini.
Dan masalah terakhir adalah kebijakan Kementerian Kesehatan melahirkan program pendidikan Dokter Layanan Primer yang ditentang sangat keras oleh organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia
Sumber : https://www.bastamanography.id/perlukah-sistem-kesehatan-desa/
No comments
Note: Only a member of this blog may post a comment.