Sejatinya desa terbentuk secara alamiah. Kelahiran desa terkait dengan kodrat manusia sebagai mahluk sosial. Masyarakat dalam...
Sejatinya desa terbentuk secara alamiah. Kelahiran
desa terkait dengan kodrat manusia sebagai mahluk sosial. Masyarakat dalam
sebuah komunitas harus saling bekerja-sama untuk menghadapi tantangan dan
bahaya dari lingkungannya. Latar belakang dan Kondisi lingkungan di setiap
tempat berbeda-beda. Hal ini menyebabkan setiap desa memiliki spesifikasi dan
karateristik yang khas.
Desa, secara alamiah, bermula dari keluarga atau garis
keturunan sedarah yang terus berkembang, seiring dengan pertambahan penduduk.
Pada akhirnya, jumlah keluarga meningkat. Pada saat terakumulasi banyak
keluarga, yang saling terikat dengan hubungan kekerabatan (bateh) tersebut,
maka diperlukan pemimpin (atau tetua). Gelar bagi pemimpin di setiap tempat
berbeda-beda. Di era kemerdekaan Indonesia seperti sekarang ini, mereka
berperan seperti semacam kepala Dusun.
Dari beberapa kepala keluarga kemudian jumlahnya terus
berkembang menjadi lebih banyak lagi. Untuk itu menjaga keharmonisan dalam
masyarakat, dibutuhkan organisasi dan pemimpinan. Gelar kepada para pemimpin di
setiap tempat berbeda-beda, seperti glondong, bekel, demang, penatus, kuwu, dan
petinggi. Di era kemerdekaan Indonesia, mereka berperan seperti semacam kepala
Desa.
Guna mengatur keamanan, ketertiban, kenyamanan dalam
kehidupannya, masyarakat setempat membuat aturan-aturan yang disarikan dari
nilai-nilai kearifan lokalnya masing-masing. Aturan-aturan tersebut harus
ditaati dan di patuhi oleh seluruh warga desa itu sendiri. Variasi lingkungan
dan faktor kesejarahan di setiap tempat berbeda-beda. Latar belakang tersebut
menyebabkan aturan-aturan di antara satu desa dengan desa yang lain sangat
bervariasi. Aturan yang berlaku di satu tempat bisa jadi tidak berlaku di
tempat lainnya. Setiap pendatang harus menghormati aturan yang ada di tempat
tersebut. Di Jawa, ada istilah, “deso mowo, coro negoro mowo toto”, yang
berarti setiap desa mempunyai cara atau sistem pranata hukum yang berlaku di
desa dan Negara mempunyai tatanan atau pranata yang berlaku dalam wilayah
Negara. Di Bumi Minangkabau berkembang istilah “baku adat bersendi syara dan
syara bersendi kitabullah”. Demikian juga di tempat-tempat lain.
Ada berbagai aturan yang dibuat oleh warga desa secara
organis, untuk menjaga keberlangsungan hidupnya. Lumbung desa, misalnya, atau
gudang tempat pengumpulan bahan pangan oleh rakyat desa ketika sedang panen
raya, berfungsi sebagai wahana untuk menjaga ketahanan pangan di desa. Ia
berfungsi sebagai tempat penyimpangan pangan warga desa, untuk menjaga apabila
terjadi rawan pangan (paceklik) atau apabila terdapat musibah bencana alam yang
menimpa warganya. Apabila hingga panen berikutnya tidak terjadi
kekurangan pangan atau bencana alam maka stok bahan makanan di lumbung deso
tersebut di jual. Uang hasil penjualan tersebut ditambahkan untuk membeli bahan
makanan pada panen raya berikutnya. Hal ini bertujuan agar setiap musim panen
tiba, bahan pangan di lumbung deso semakin bertambah jumlahnya. Aset ini
kemudian menjadi kekayaan desa, atau milik bersama masyarakat desa.
Pengawas demi penegakan aturan tersebut dilakukan oleh
tokoh-tokoh masyarakat setempat, baik itu kepala desa maupun kepala adat.
Hubungan antara kepala desa dan kepala adat di setiap tempat berbeda-beda. Ada
wilayah-wilayah tertentu dimana fungsi kepala desa dan kepala adat disatukan.
Sementara itu di tempat lain, ada juga yang fungsi ketua adat dan kepala desa
dibuat terpisah: kepala desa bertugas mengatur urusan pemerintahan yang
meliputi sosial kemasyarakatan dan pembangunan desa, di sisi lain, kepala adat
menangani pranata aturan di desa, seperti penegakan hukum adat.
Untuk menjalankan tugas dan kewenanganya, pimpinan
kepala desa dibantu oleh pamomong/pamong desa yang di dalam perkembangannya
disebut aparatur pemerintahan desa. Struktur pemerintahan di setiap tempat juga
berbeda-beda. Ada desa yang memiliki petugas pengaturan air atau Jogotirto,
namun ada juga yang tidak. Fungsi-fungsi pamong desa yang umum terdapat dalam
struktur pemerintahan desa antara lain Jogoboyo, Petengan dan Carik. Jogoboyo
adalah petugas yang bertanggung jawab atas keamanan desa. Petengan adalah
pengawal pribadi yang bertugas menjaga keamanan kepala Desa. Orang yang
bertugas menangani administrasi kegiatan pemerintahan desa disebut Carik. Tentu
saja, nama jabatan tersebut dapat berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah
lainya .
Seiring dengan berjalannya waktu, desa terus
berkembang dan berubah sesuai jaman. Namun tentu saja, ada juga desa yang masih
kuat mempertahankan eksistensi hukum adat dan istiadatnya mereka selama ini,
bahkan hingga hari ini. Saat ini, penulis memperkirakan masih ada sekitar 250
desa adat yang tersebar di seluruh tanah air. Beberapa desa adat di Indonesia
antara lain: Nagari di Minangkabau, Marga di Lampung, Dukuh di Cirebon, Jati
Pelem di Jawa Timur, Tihiang di Bali, Tawang Pajangan di Kalimantan Tengah,
Bora di Sulawesi Tengah , Maja di Maluku dan Patuanan di Propinsi Papua.
Pada diskusi di atas terlihat bahwa desa, sejak
berdirinya, telah memiliki otonomi tersendiri. Otonomi desa adalah sebuah
proses natural yang melekat dalam sejarah pembentukannya. Masyarakat desa
secara alamiah membuat aturan-aturan untuk menjaga ketentraman hidupnya.
Keotonomian desa bukanlah bersumber dari pemberian otoritas kekuasaan Negara
dan juga bukan dari pelaksanaan asas desentralisasi, tetapi sejatinya berakar
dari nilai-nilai tradisional yang melekat dalam proses kelahiran desa itu
sendiri.
Inilah sekelumit paparan asal usul kelahiran desa.
Saat itu, desa masih merupakan komunitas kecil dengan kehidupan yang “gemah
ripah loh jinawi kerta raharja” dan dipayungi dengan pranata aturan yang dibuat
secara organis dan turun temurun dari satu generasi ke generasi lainnya.
Koentjaraningrat (2007) Villages in Indonesia,
Equinox Publishing.
- See more
at: http://revolusidesa.com/category/page/fakta_desa/32/ASAL-USUL-LAHIRNYA-DESA#sthash.dukGb0mN.dpuf
No comments
Note: Only a member of this blog may post a comment.