Bisnis.com, JAKARTA -- Pelibatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam proses audit dana desa dinilai diperlukan untuk mendukung efektifitas ...
Bisnis.com, JAKARTA -- Pelibatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam proses audit dana desa dinilai diperlukan untuk mendukung efektifitas penyerapan anggaran tersebut di tengah gegap gempita tahun politik.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan, potensi penyimpangan dana desa sebenarnya cukup tinggi, khusus pada tahun politik, bisa saja seorang kepala desa yang memiliki afiliasi politik tertentu menggunakan dana tersebut untuk kepentingan politik praktis.
"Peran BPK dalam penggunaan dana desa sebenarnya agak sedikit terlambat. Oleh karena itu, keterlibatan BPK dan penegak hukum lain diperlukan untuk memastikan supaya penyelewengan bisa berkurang," kata Bhima, Senin (5/2).
Adapun, dalam konteks politik, selain kerawanan penggunaan duit dana desa untuk kepentingan politik praktis, momentum politik lima tahunan ini juga bisa memengaruhi penyerapan anggaran dana desa.
"Karena praktis kepala desa akan berfikir ulang, bisa saja alih-alih menggunakan dana desa, untuk program tertentu, dicurigai untuk tujuan politik," ungkapnya.
Melalui keterangan resminya Senin (5/2), ICW menganggap, berbagai bentuk penyalahgunaan anggaran desa dikhawatirkan semakin menjadi pada 2018, tahun kontestasi pilkada serentak 2018 dan pemilu serentak 2019.
Kekhawatiran ini tidak hanya berangkat dari bacaan terhadap fenomena korupsi selama tiga tahun terakhir di desa, tetapi juga masih minimnya perhatian publik dan media nasional terhadap desa khususnya terkait posisi strategis desa dalam konteks pemenangan pemilu.
Korupsi di desa, terutama menyangkut anggaran desa, merupakan salah satu problem mendasar. Problem ini lahir karena pengelolaan anggaran yang besar namun implementasinya di level desa tidak diiringi prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam tata kelola politik, pembangunan, dan keuangan desa.
Kepala desa merupakan aktor yang dominan terjerat kasus. Jumlah kepala desa yang terjerat sebanyak 112 orang. Angka tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun, dengan 15 kepala desa pada 2015, 32 kepala desa pada 2016, dan 65 kepala desa pada 2017. Tidak semua pelaku adalah kepala desa, pelaku lain adalah 32 perangkat desa dan 3 orang yang merupakan keluarga kepala desa.
Salah satu kasus yang cukup menyita perhatian adalah yang menjerat Agus Mulyadi, Kepala Desa Dassok, Kabupaten Pamekasan. Agus terlibat dalam dugaan suap ‘pengamanan’ kasus pengadaan yang menggunakan dana desa di Desa Dassok. Dalam kasus ini, KPK turun tangan melakukan OTT karena melibatkan Bupati dan seorang Jaksa.
Dari aspek kerugian negara, korupsi di desa turut menimbulkan kerugian dalam jumlah besar. Pada 2015 kerugian mencapai Rp9,12 miliar. Pada 2016, kerugian mencapai Rp8,33 miliar. Sementara itu pada 2017, kerugian melonjak menjadi Rp30,11 miliar. Total kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi di sektor desa mencapai Rp47,56 miliar atau setara dengan alokasi dasar dana APBN untuk 77 desa.
Terkait kerugian negara tersebut, BPK rencananya juga akan masuk dalam proses audit tersebut. Pasalnya, meski pemerintah mengklaim dana desa telah berhasil membangun jalan desa sepanjang 107.807 km, pos kesehatan 89.187 unit, MCK 178.807 unit, tetapi BPK tetap menganggap penggunaan dana desa riskan diselewengkan.
Sumber : bisnis.com
No comments
Note: Only a member of this blog may post a comment.