sumber : http://risehtunong.blogspot.co.id Pemimpin dalam Islam berarti umara yang sering disebut juga dengan ulul amri. Seperti yang terter...
sumber : http://risehtunong.blogspot.co.id
Pemimpin dalam Islam berarti umara yang sering disebut juga dengan ulul amri. Seperti yang tertera dalam QS. An-Nisa ayat 5: “Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu”.
Pemimpin sering juga disebut khadimul ummah (pelayan umat). Menurut istilah itu, seorang pemimpin harus menempatkan diri pada posisi sebagai pelayan masyarakat, bukan minta dilayani.
Sebagai pelayan masyarakat, seorang pemimpin dituntut untuk memahami kehendak dan memperhatikan penderitaan rakyat. Sebab dalam sejarahnya para rasul tidak diutus kecuali yang mampu memahami bahasa (kehendak) kaumnya serta mengerti (kesusahan) mereka.
Allah berfirman; "Kami tidak pernah mengutus seorang Rasul kecuali dengan bahasa kaumnya". [Q.S. Ibrahim (14): 4]
Seperti apa Pemimpin Desa yang Ideal
Dalam menjalankan kehidupan berbangsa, bernegara, termasuk untuk menciptakan Desa yang berdaulat secara politik, berdaya secara ekonomi, dan bermartabat secara budaya, pemimpin di Desa harus memiliki keteladanan yang kuat dan jauh dari sifat-sifat tercela.
Kepala Desa harus benar-benar menjadi seorang pemimpin bagi seluruh masyarakat, bukan pemimpin sebagian kelompok, keluarga, keturunan, agama dan suku tertentu dan lain sebagainya. Pemimpin masyarakat artinya pemimpin yang dekat dengan masyarakat, melindungi, mengayomi dan sekaligus melayani masyarakatnya.
Pemimpin Desa yang ideal yang mampu membawa masyarakat dan Desanya mencapai kesejahteraan, senantiasa melayani masyarakat selama 24 jam, serta mengedepankan prakarsa masyarakat.
Nah, dalam kontek implementasi UU Desa. Pemimpin seperti apa yang paling ideal untuk diterapkan dari 3 tipe kepemimpinan dibawah ini:
1. Kepemimpinan Regresif
Dalam pelaksanaan kewenangan lokal skala Desa tipe Kepemimpinan ini tidak menyukai adanya partisipasi masyarakat baik dalam pengelolaan Pemerintahan Desa, Pembangunan, Kemasyarakatan, maupun Pemberdayaan Desa.
Kepemimpinan ini cenderung menolak Musyawarah Desa, kepemimpinan ini juga tidak menginginkan adanya masukan, pendapat dari orang lain. Sangat jauh dari prinsip-prinsip demokrasi, partisipasi, dan akuntabilitas. Usaha ekonomi Desa baik itu berupa Aset Desa maupun BUM Desa akan dikuasi sendiri oleh pemimpin dengan tipe ini, memiliki kecenderungan memanfaatkan sumberdaya lokal untuk kepentingan pribadi.
Cenderung menolak pengembangan kapasitas teknokratik di Desa. Tidak menginginkan pendidikan politik, bagi pemimpin ini semakin kritis serta berdaya akan mengancam kekuasaannya.
2. Kepemimpinan Konservatif-involutif
Kewenangan lokal skala Desa pada tipe kepemimpinan ini akan dijalankan secara normatif serta prosedural. Upaya pemberdayaan Desa hanya akan memberdayakan keluarga, kerabat atau warga masyarakat yang dapat dikendalikan olehnya. Tidak ada inovasi yang akan dilakukan dalam memanfaatkan kewenangan yang dimiliki Desa.
Melaksanakan Musyawarah Desa sesuai tata tertib atau aturan yang ada, peserta akan diseleksi terlebih dahulu agar Musdes mudah untuk dikendalikannya. Pendapat atau masukan yang disampaikan oleh masyarakat dalam forum Musyawarah Desa di setting atau diatur sedemikian rupa untuk keuntungan dirinya.
Transparansi akan dilakukan terbatas, informasi hanya diberikan kepada pengikut atau pendukungnya saja. Hasil musyawarah Desa maupun tindak lanjutnya hanya akan disampaikan kepada pengikutnya saja.
Aset Desa akan dikuasai dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan dirinya dan kelompoknya saja. BUM Desa hanya akan diisi oleh kelompoknya saja, arah program pengembangan ekonomi Desa cenderung meminta arahan dari pemerintah kabupaten/kota.
Pendampingan Desa akan membuat masyarakat Desa kritis kuat dan berdaya, Khawatir jika itu terjadi maka Desa tidak lagi memperoleh dana dari pemerintah. Kekhawatiran yang lebih ekstrem muncul, bila Desa kuat akan membangkang kabupaten dan bahkan membahayakan NKRI.
3. Kepemimpinan Inovatif-progresif
Kepemimpinan ini lebih melibatkan partisipasi/prakarsa masyarakat Desa. Dalam hal prinsip transparansi akan selalu meminta kepada masyarakat untuk mengawasi, akuntabilitas kinerja disampaikan kepada publik dilakukan setiap saat. Pembangunan Desa dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat mulai dari merencanakan, melaksanakan serta mengawasi proyek pembangunan. Seluruh unsur masyarakat diajak secara bersama-sama menjaga ketentraman dan ketertiban Desa.
Melibatkan setiap unsur masyarakat, tokoh agama, tokok masyarakat, perwakilan perempuan, hingga perwakilan masyarakat miskin dalam Musyawarah Desa. Hal ini juga sejalan dengan spirit yang dibangun untuk pembaharuan Desa yang meletakkan Musdes diatas segalanya. Setiap orang akan dijamin kebebasan berpendapatnya dan mendapatkan perlakuan yang sama, serta akan melindungi dari intimidasi.
Mengedepankan akuntabilitas kinerja, hasil Musyawarah Desa serta tindak lanjut keputusan musyawarah akan disampaikan kepada masyarakat dan dilakukan setiap saat.
Dengan melibatkan prakarsa masyarakat Aset Desa direvitalisasi dan dimanfaatkan seluas-luasnya untuk kesejahteraan masyarakatnya. Adanya inovasi baru untuk menambah aset Desa. BUM Desa didirikan dengan prakarsa masyarakat, apa yang menjadi rencana usaha, penentuan personil, aturan main akan dibahas bersama-sama secara demokratis melalui Musyawarah Desa.
Kepemimpinan ini mendukung penuh usaha pengembangan kapasitas teknokratik, semakin banyak masyarakat yang paham akan memudahkan dirinya untuk berinovasi membuat program pembangunan Desa. Selain itu, kepemimpinan ini menyambut baik pendidikan politik untuk memunculkan kader-kader Desa yang potensial, demokratis, visioner dan akan membantu dirinya dalam melakukan percepatan menuju kesejahteraan Desa.
Dalam buku saku kepemimpinan Desa. Kepemimpinan yang sangat tepat untuk diterapkan dalam kerangka pembaruan Desa serta implementasi UU Desa adalah Kepemimpinan Inovatif-progresif.
No comments
Note: Only a member of this blog may post a comment.