Sumber : http://www.bpkp.go.id/ SEJARAH SIMDA DESA Pengembangan Aplikasi Sistem Tata Kelola Keuangan Desa telah dipersiapkan se...
Sumber : http://www.bpkp.go.id/
SEJARAH
SIMDA DESA
Pengembangan
Aplikasi Sistem Tata Kelola Keuangan Desa telah dipersiapkan sejak awal dalam
rangka mengantisipasi penerapan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Persiapan
ini selaras dengan adanya perhatian yang lebih dari Komisi XI Dewan Perwakilan
Rakyat RI maupun Komisi Pemberantasan Korupsi. Launching aplikasi yang telah
dilaksanakan pada tanggal 13 Juli 2015 merupakan jawaban atas pertanyaan pada
Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI tanggal 30 Maret 2015, yang menanyakan
kepastian waktu penyelesaian aplikasi yang dibangun oleh BPKP, serta memenuhi
rekomendasi KPK-RI untuk menyusun sistem keuangan desa bersama dengan
Kementerian Dalam Negeri.
Aplikasi tata kelola keuangan
desa ini pada awalnya dikembangkan Perwakilan BPKP Provinsi
Sulawesi Barat sebagai proyek percontohan di lingkungan BPKP
pada bulan Mei 2015. Aplikasi ini telah diimplementasikan secara
perdana di Pemerintah Kabupaten Mamasa pada bulan Juni 2015.
Keberhasilan atas pengembangan
aplikasi ini selanjutnya diserahkan kepada Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan
Penyelenggaran Keuangan Daerah setelah melewati tahapan Quality Assurance (QA)
oleh Tim yang telah ditunjuk.
Terhitung
mulai tanggal 13 Juli 2015 pengembangan aplikasi keuangan desa ini telah
diambil alih penanganan sepenuhnya oleh Deputi Bidang Pengawasan
Penyelenggaraan Keuangan Daerah BPKP Pusat di Jakarta.
Aplikasi
SIMDA Desa merupakan aplikasi yang dikembangkan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) dalam rangka meningkatkan kualitas tata kelola keuangan
desa.
Fitur-fitur
yang ada dalam aplikasi SIMDA Desa dibuat sederhana dan user friendly sehingga
memudahkan pengguna dalam mengoperasikan aplikasi SIMDA Desa.
Dengan
proses penginputan sekali sesuai dengan transaksi yang ada, dapat menghasilkan
output berupa dokumen penatausahaan dan laporan-laporan yang sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan, antara lain:
1. Dokumen Penatausahaan:
2. Bukti Penerimaan;
3. Surat Permintaan Pembayaran
(SPP);
4. Surat Setoran Pajak (SSP);
5. Dan dokumen-dokumen lainnya
6. Laporan-laporan:
7. Laporan Penganggaran (Perdes
APB Desa, RAB, APB Desa per sumber dana);
8.
Laporan Penatausahaan (Buku Kas Umum, Buku Bank, Buku Pajak, Buku Pembantu, dan
Register
KELEBIHAN APLIKASI SIMDA DESA
1. Sesuai Peraturan
2. Memudahkan Tatakelola Keuangan
Desa
3. Kemudahan Penggunaan Aplikasi
4. Dilengkapi dengan Sistem
Pengendalian Intern (Built-in Internal Control)
5. Didukung dengan Petunjuk
Pelaksanaan Implementasi dan Manual Aplikasi
RENCANA PENGEMBANGAN
Kompilasi Laporan Keuangan Desa
sebagai lampiran Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
1. Cash Management System
2. Fasilitasi Pengadaan Barang
dan Jasa
3. Fasilitasi Perhitungan Pajak
4. Penambahan Fitur Standar Harga
SEKILAS
TENTANG KEUANGAN DESA
Dengan telah
disahkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa diberikan kesempatan yang
besar untuk mengurus tata pemerintahannya sendiri, termasuk pengelolaan
keuangannya, serta melaksanakan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan
dan kualitas hidup masyarakat desa.
Implementasi
UU Nomor 6 tentang Desa ini selaras dengan Program Pembangunan Nasional yang
tertuang dalam RPJM Nasional 2015-2019 yaitu “Membangun Indonesia dari
pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan DESA dalam kerangka NKRI”.
Sebagai tindak lanjutnya, dalam APBN-P 2015 telah dialokasikan Dana Desa
sebesar ± Rp 20,776 triliun untuk 74.093 desa yang tersebar di Indonesia, dan
pada tahun-tahun berikutnya akan terus bertambah bahkan akan mencapai lebih
dari 1 milyar untuk tiap desa.
Selain Dana
Desa tersebut, sesuai UU Nomor 6 tentang Desa pasal 72, desa juga mengelola
keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli Desa dan Pendapatan Transfer lainnya
berupa Alokasi Dana Desa (ADD); Bagian dari Hasil Pajak dan Retribusi
Kabupaten/Kota; dan Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi/Kabupaten/Kota.
Selain
itu pemerintah desa diharapkan untuk lebih mandiri dalam mengelola pemerintahan
dan berbagai sumber daya alam yang dimiliki, termasuk di dalamnya pengelolaan
keuangan dan kekayaan milik desa.
Begitu
besar peran yang diterima oleh desa, tentunya disertai dengan tanggung jawab
yang besar pula. Oleh karena itu pemerintah desa harus bisa menerapkan prinsip
transparansi dan akuntabilitas mengingat dalam pengelolaan keuangan desa
tersebut, pemerintah desa dituntut membuat beberapa laporan, yaitu:
1.
Laporan ke Bupati/Walikota:
a.
Laporan Realisasi Pelaksanaan APB Desa (Semesteran)
b.
Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Realisasi Pelaksanaan APB Desa (Tahunan)
c.
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan (LPP) Desa Tahunan dan LPP Desa akhir Masa
Jabatan
d.
Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa (APBN) per Semester untuk dikompilasi
dan dilaporkan ke Menteri Keuangan
e.
Laporan Kekayaan Milik Desa (Tahunan)
2.
Laporan ke Badan Permusyawaratan Desa (BPD):
Laporan
Keterangan Penyelenggaran Pemerintahan Desa terdiri dari Laporan Realisasi
Pelaksanaan APB Desa dan Laporan Kekayaan Milik Desa
(Tahunan).
PENGAWALAN KEUANGAN DESA
Tujuan :
1.
Memastikan seluruh Ketentuan dan Kebijakan dalam implementasi UU Desa khususnya
keuangan dan pembangunan desa dapat dilaksanakan dengan baik untuk
seluruh Tingkatan Pemerintah
2.
Pemerintah desa dapat melaksanakan siklus pengelolaan keuangan desa secara
akuntabelmulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban dan pengawasan
Ruang
Lingkup :
Kebijakan
keuangan dan pembangunan desa beserta implementasinya
Tahap
pertama yang dilakukan sebelum melakukan pengawalan pengelolaan keuangan desa,
dapat dapat diidentifikasi titik-titik kritis di tingkat pemerintahan
maupun dalam proses pengelolaan keuangannya, sebagai berikut:
1.
Tingkat Pemerintahan:
a.
Pemerintah Pusat:
1)
Koordinasi antara Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dan Kementerian Keuangan.
2)
Sinkronisasi Peraturan Pelaksanaan antar Kementerian
3)
Peraturan Pelaksanaan yang belum mendukung, misal Perpajakan dan PBJ.
b.
Pemerintah Provinsi:
1)
Pembinaan dan Pengawasan
2)
Fasilitasi pendampingan
c.
Pemerintah Kabupaten/Kota:
1)
Kebijakan penghitungan alokasi: Dana Desa (APBN), Alokasi Dana Desa (APBD
Kabupaten/Kota) dan Bagi Hasil Retribusi/Pajak Daerah
2) SDM
(Kecamatan, Inspektorat, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa
(BPMPD), Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD))
3)
Kebijakan PBJ Desa dan Pengelolaan Keuangan Desa
d.
Pemerintah Desa:
1) SDM
Kepala Desa, perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
2) Sarana
dan Prasarana Desa
3)
Kebijakan tingkat Desa
2.
Proses Pengelolaan Keuangan Desa
a.
Perencaanaan:
1)
Keselarasan Perencanaan dalam RPJM dan RKP Desa dengan program Pemerintah
Pusat (Kementerian/Lembaga), Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota
2)
Tingkat Partisipasi BPD, Lembaga Kemasyarakatan Desa, RW dan RT.
3)
Kualitas RKP Desa
b.
Penganggaran:
1)
Penyusunan APB Desa
2)
Harmonisasi Kepala Desa & BPD
3)
Evaluasi APB Desa oleh Kecamatan
c.
Pelaksanaan:
1)
Pengadaan Barang/Jasa
2)
Kewajiban Perpajakan
3)
Kewenangan Kepala Desa yang besar
d.
Penatausahaan:
1)
Administrasi pembukuan
2)
Cara peng-SPJ-an
3)
Pencatatan kekayaan desa
4)
Konsep Belanja Modal dan Belanja Barang yang masih rancu
e.
Pelaporan dan Pertanggungjawaban:
1) Jumlah
Laporan yang harus dibuat
2)
Standar Pelaporan
f.
Pengawasan:
1)
Efektifitas pengawasan
2)
Kesiapan aparat pengawasan, khususnya APIP Kabupaten/Kota
Pemberian
dana ke desa yang begitu besar, jumlah pelaporan yang beragam serta adanya
titik-titik kritis dalam pengelolaan keuangan desa tentunya menuntut
tanggung jawab yang besar pula oleh Aparat Pemerintah Desa. Oleh karena itu
Pemerintah Desa harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan
keuangan desa, dimana semua akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan
ketentuan sehingga terwujud tata kelola pemerintahan desa yang baik (Good
Village Governance).
Untuk
dapat menerapkan prinsip akuntabilitas tersebut, diperlukan berbagai sumber
daya dan sarana pendukung, diantaranya sumber daya manusia yang kompeten serta
dukungan sarana teknologi informasi yang memadai dan dapat diandalkan.
Namun
demikan, dilihat dari kondisi SDM Desa yang belum memadai, banyak pihak
mengkhawatirkan dalam pelaksanaan UU Desa ini. Terdapat risiko-risiko yang yang
harus diantisipasi agar tidak terjadi apa yang dikhawatirkan tersebut.
Kendala
lainnya yaitu desa belum memiliki prosedur serta dukungan sarana dan prasarana
dalam pengelolaan keuangannya, serta belum kritisnya masyarakat atas
pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa. Besarnya dana yang harus
dikelola jangan sampai menjadi bencana khususnya bagi aparatur pemerintah desa.
Fenomena pejabat daerah yang tersangkut kasus hukum jangan sampai terulang
kembali dalam skala pemerintahan desa. Aparatur Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) harus memiliki pemahaman atas peraturan
perundang-undangan dan ketentuan lainnya, serta memiliki kemampuan untuk
melaksanakan akuntansi dan atau pembukuan. Oleh karena itu, sebagaimana
diamanatkan dalam UU Nomor 6 tentang Desa, Pemerintah dalam hal ini Kementerian
Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota dan Kecamatan diharapkan dapat lebih mengefektifkan
perannya masing-masing dalam melakukan pengawasan dan pembinaan dalam
pengelolaan keuangan desa ini.
Peran
APIP Dalam Pengawalan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa
Dari
hal-hal tersebut diatas dalam implementasi UU No.6 tahun 2014 tentang Desa,
APIP memiliki peran penting dalam pengawalan akuntabilitas pengelolaan keuangan
desa, baik dari sisi Assurance maupun Konsultansi. Hal tersebut sejalan dengan
amanat dalam PP 60 tahun 2008, yang menyatakan bahwa aparat pengawasan intern
pemerintahmelakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi
Instansi Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara dan pembinaan
penyelenggaraanSPIP.
Dari
identifikasi titik-titik kritis tersebut dapat dilakukan beberapa langkah
pengawalan sesuai peran masing-masing APIP ditingkat Kementerian/Lembaga,
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah kabupaten/Kota, sebagai berikut:
1.
Kementerian/Lembaga:
a.Memberikan
atensi perlunya adanya koordinasi antar Kementerian/Lembaga yang berkepentingan
dalam implementasi UU No. 6 tahun 2014, khususnya sinkronisasi peraturan dan
petunjuk pelaksanaannya.
b.Memberikan
atensi perlunya penyusunan peraturan atau petunjuk pelaksanaan atas
implementasi UU No. 6 tahun 2014, misal Perpajakan dan Pengadaan Barang/Jasa.
c.Memberikan atensi perbaikan atas
peraturan atau petunjuk pelaksanaan atas implementasi UU No. 6 tahun 2014.
2.
Pemerintah Provinsi :
a.
Melakukan pengawasan dan pembinaan dalam hal:
1)
Penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur Desa
2)
Penetapan RAPBD Kabupaten/Kota dalam pembiayaan Desa
3)
Pemberian dan Penyaluran Dana Desa, ADD, dan Dana bagi hasil Pajak dan
Rertibusi Daerah dari Kabupaten/Kota kepada Desa
4)
Peningkatan kapasitasKepala Desa dan perangkat Desa, BPD, dan lembaga
kemasyarakatan
b.
Melakukan pengawasan atas penyaluran bantuan keuangan provinsi
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a.
Melakukan pengawasan dan pembinaan dalam hal:
1)
Sosialisasi Peraturan-peraturan terkait Pengelolaan Keuangan Desa
2)
Penyusunan Perkada Tatacara Penyaluran Dana Desa
3)
Penyusunan Perkada Pengadaan Barang/Jasa Desa
4)
Penyusunan Perkada Pengelolaan Keuangan Desa
5)
Penyusunan Perkada Pengelolaan Kekayaan Milik Desa
6)
Inventarisasi Bersama Aset Desa antara Pemkab/kota dengan Pemerintah Desa
(Paling lama 2 Thn sejak UU 6/2014 berlaku)
7)
Peningkatan Kapasitas SDM SKPD, Kecamatan, dan Aparatur Desa
b.
Melakukan pengawasan dan pembinaan pengelolaan Keuangan Desa dan
pendayagunaan Aset Desa
Peran BPKP Dalam Pengawalan
Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa
Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 192
Tahun 2014 telah diberi mandat untuk melakukan pengawalan terhadap
akuntabilitas keuangan dan pembangunan nasional. Pengawalan terhadap
akuntabilitas pengelolaan keuangan desa merupakan implementasi pengawalan
prioritas pembangunan nasional. BPKP turut berpartisipasi dan mendukung penuh
upaya seluruh Pemerintah Desa untuk dapat menyelenggarakan akuntabilitas
keuangan. Karenanya, BPKP telah membuat suatu grand strategy berupa kebijakan
dan langkah-langkah konkret dalam mengawal keuangan desa.
Pengawalan
Keuangan Desa yang dilakukan oleh BPKP sendiri bertujuan untuk memastikan
seluruh ketentuan dan kebijakan dalam mengimplementasikan UU Desa khususnya
keuangan desa dapat dilaksanakan dengan baik untuk seluruh tingkatan
pemerintahan baik tingkat Pemerintah Pusat (Kementerian/Lembaga), Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Desa
sesuai dengan perannya masing-masing. Khusus untuk tingkat desa, pemerintah
desa dapat melaksanakan siklus pengelolaan keuangan desa dengan baik mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan
pengawasan. Jika berhasil dilaksanakan dengan baik maka pengawalan desa akan
mencapai tujuan yang diharapkan yaitu Good Village Governance dengan
indikator, diantaranya sebagai berikut:
a.Tata
kelola keuangan desa yang baik;
b.Perencanaan
Desa yang partisipatif, terintegrasi dan selaras dengan perencanaan daerah dan
nasional;
c.Berkurangnya
penyalahgunaan kekuasaan/kewenangan yang mengakibatkan permasalahan hukum;
d. Mutu
pelayanan kepada masyarakat meningkat
4.
Langkah-langkah operasional BPKP dalam pengawalan akuntabilitas pengelolaan
keuangan desa yang sudah dilakukan, sebagai berikut:
a.Mengkaji
dan menganalisis peraturan terkait pengelolaan keuangan desa
Peraturan
yang dikaji dan dianalis berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Permendagri, Permendes PDTT, Peraturan Menteri Keuangan serta peraturan lainnya
yang berkaitan seperti Peraturan Kepala LKPP tentang Pengadaan Barang dan Jasa
bagi Desa. Hasil kajian berupa identifikasi risiko dan titik-titik kritis dalam
pengelolaan keuangan desa.
b.Melakukan
Survei Desa
Survei
desa dilakukan untuk:
1)
Memperoleh gambaran mengenai praktik pengelolaan keuangan desa yang selama ini
telah berjalan;
2)Mengidentifikasi
permasalahan yang mungkin menghambat pengelolaan keuangan desa mulai dari
tahapan perencanaan sampai dengan pelaporan/pertanggungjawaban; dan
3)Memotret
kesiapan desa dalam rangka implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Survei desa dilakukan oleh BPKP sekitar bulan November-Desember Tahun 2014 sebanyak
13 desa di 4 Provinsi yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jawa Tengah,
Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi Papua.
Selain
itu dilakukan juga analisis dokumen/laporan atas pelaksanaan keuangan desa yang
selama ini dilakukan desa, misalnya peraturan daerah dan peraturan
bupati/walikota tentang Alokasi Dana Desa dan lain sebagainya.
c.Menyusun Juklak Bimkon Pengelolaan
Keuangan Desa
Berdasarkan
kajian serta analisis yang telah dilakukan maka BPKP telah menyusun Juklak
Bimbingan dan Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa. Juklak Bimkon ini menjadi
panduan khususnya bagi Perwakilan BPKP untuk melakukan bimbingan dan konsultasi
pengelolaan keuangan terhadap pemerintah daerah/desa di daerah wilayahnya
masing-masing. Juklak Bimkon Pengelolaan Keuangan Desa berisi flowchart
pengelolaan keuangan desa; sistem dan prosedur pengelolaan keuangan desa;
Desain format dokumen dan formulir yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan
desa; serta bagan akun/kode rekening yang digunakan desa.
Dengan
Juklak ini diharapkan Perwakilan BPKP dan Pemerintah Daerah dapat memberikan
bimbingan dan konsultasi dalam hal:
1)
Pemberian dan atau peningkatkan pemahaman mengenai keuangan desa, mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan dan penatausahaan, hingga pelaporan dan
pertanggungjawaban bagi aparat Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa;
2)
Pemberian bimbingan teknis bagi pemerintah daerah dalam menyusun
kebijakan-kebijakan terkait pengelolaan keuangan desa;
3)
Pemberian bimbingan teknis bagi Perangkat Desa dalam menyusun perencanaan
keuangan desa;
4)
Pemberian bimbingan teknis bagi Perangkat Desa dalam melakukan penatausahaan
keuangan desa;
5)
Pemberian bimbingan teknis bagi Perangkat Desa dalam menyusun pelaporan
keuangan desa;
6)
Pemberian bimbingan teknis bagi Badan Permusyawaratan Desa dalam kaitannya
dengan proses penyusunan perencanaan dan pelaporan keuangan desa.
d. Melakukan koordinasi dengan
Kementerian Dalam Negeri
Koordinasi
dilakukan sehubungan ditemukan adanya ketentuan-ketentuan yang belum lengkap
atau belum implementatif dalam pelaksanaannya mulai dari perencanaan hingga
pelaporan dan pertanggungjawaban dalam Permendagri 113 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa. Berdasarkan analisis dan kajian.
e.
Melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan
Koordinasi
dilakukan sehubungan dengan terbitnya PMK 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara
Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa. Dalam
kaitan perpajakan, juga telah dilakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal
Pajak terkait kewajiban perpajakan bagi bendahara desa.
f.
Pengembangan Aplikasi pengelolaan Keuangan Desa
Pengembangan
Aplikasi Sistem Tata Kelola Keuangan Desa telah dipersiapkan sejak awal dalam
rangka mengantisipasi penerapan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Persiapan
ini selaras dengan adanya perhatian yang lebih dari Komisi XI Dewan Perwakilan
Rakyat RI maupun Komisi Pemberantasan Korupsi. Launching aplikasi yang telah
dilaksanakan pada tanggal 13 Juli 2015 merupakan jawaban atas pertanyaan pada
Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI tanggal 30 Maret 2015, yang menanyakan
kepastian waktu penyelesaian aplikasi yang dibangun oleh BPKP, serta memenuhi
rekomendasi KPK-RI untuk menyusun sistem keuangan desa bersama dengan
Kementerian Dalam Negeri.