Page Nav

10

Grid

SNIPSET

true
true

Pages

Breaking News:

latest

Mahasiswa Harus Membangun Desa

Tidak ada yang lebih mulia daripada orang yang menuntut ilmu setinggi-tingginya. Dalam pernyataan tersebut membawa arti bahwa seorang yang m...


Tidak ada yang lebih mulia daripada orang yang menuntut ilmu setinggi-tingginya. Dalam pernyataan tersebut membawa arti bahwa seorang yang menuntut ilmu adalah orang mulia dan mempunyai derajat yang tinggi karena akan berdampak pada perubahan yang lebih baik pada kehidupan bermasyarakat. Pernyataan diatas sesuai jika di posisikan pada tataran tingkat pendidikan yang tertinggi yaitu perguruan tinggi yang berisikan mahasiswa.

Menjadi pertanyaan besar dalam hal ini kenapa Mahasiswa yang menjadi subjek tersebut? Karena pada menurut hemat saya selain dari pada mahasiswa yang berada tingkatan paling tinggi dalam hierarki pendidikan di Negeri ini, dari segi usia pun mahasiswa sudah dapat dikategorikan mampu berfikir mandiri dan bebas dari pengampuan (dewasa) yang juga mengemban kewajiban sebagai agen perubahan.

Mahasiswa pada setiap langkahnya diberi kewajiban sebagai agen perubahan yang tertuang dalam Tri Darma Perguruan Tinggi pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Pasal 20 Ayat 2).

Maksud dari ketiga isi dalam Undang-undang tersebut yang biasa disebut sebagai Tri Darma Perguruan Tinggi  adalah bahwa pertama Pendidikan, mahasiswa dalam setiap langkahnya harus mengedepankan pendidikan dengan bertujuan pada nilai akhir yang maksimal. Kedua Penelitian yang mengadung maksud bahwa mahasiswa selain dituntut untuk belajar di dalam kelas wajib juga memberikan kontribusi penelitian/riset yang bertujuan untuk kebermanfaatan  hajat hidup umat manusia.

Dan yang ketiga adalah pengabdian, yang dimana pada point ketiga ini adalah hal yang paling penting dari dua hal sebelumnya, karena pada point pengabdian ini mahasiswa dituntut untuk terjun ke masyarakat demi mengetahui permasalahan yang ada di masyarakat dan memberikan solusi sekaligus perubahan pada masyarakat.

Demi untuk melaksanakan ketiga isi dari Tri Darma Perguruan Tinggi sangatlah tidak sulit, karena mahasiwa bisa memulai dari lingkup kecil / domestik yaitu desa. Desa adalah tempat bagi masyarakat untuk bercengkrama dalam lingkup yang kecil. Pada sejarahnya desa tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena pada jaman sebelum kemerdekaan cikal bakan dari negara Indonesia adalah desa, yang dimana berawal dari desa-desa kemudian membentuk Kecamatan, Kawedanan, kemudian Kabupaten, Karesidenan, Provinsi dan terakhir adalah Negara.

Pada saat ini setelah diterbitkannya undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang pada hemat penulis bertujuan daripada undang-undang tersebut adalah desa mempunyai kewenangan untuk menngatur pembangunan baik fisik maupun non fisik dengan kucuran dana dari APBN yang rata-rata desa menerima sebesar 1 (satu) miliar. Dan dalam hal ini proses pembangunan harus dilaksanakan sesuai pagu Rencana Anggaran Belanja (RAB) yang diajukan oleh pemerintah desa.

Apabila dalam proses pelaksanaan tidak memenuhi sesuai Rencana Anggaran Belanja (RAB) yang telah diajukan, yang dalam hal ini tidak dilaksanakannya pembangunan seperti yang direncanakan, maka yang mendapat kerugian adalah masyarakat desa sendiri. Karena apabila terdapat sisa/silpa dan yang sudah diberikan ke Pemerintah desa maka akan dikembalikan pada Pemerintah Pusat. Dan hal ini bukanlah hal yang baik bagi pembagunan desa.

Dalam pelaksanaan pembangunan desa menuju desa yang mandiri sesuai amanat Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa masih banyak terdapat masalah-masalah yang harus diatasi, seperti contoh pada kasus korupsi  dana desa yang baru-baru ini dilakukan oleh Bupati dan Kepala  Desa di Madura.

Yang pada pemberitaan di media  terdapat penyelewengan dana desa. Dari kasus tersebut kalau kita evaluasi bersama pada subjek pelaksanaan dalam pengelolaan dana Desa masih terdapat kurang efektifitas  tugas, seperti pada kasus di madura yang menjadi sorotan adalah para pendamping desa yang kurang optimal dalam melaksanakan tugas pendampingan desa. Yang akhirnya berdampak pada keluarnya kebijakan dari pada Pemerintah Desa yang tidak sesuai dengan Amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Dari masalah tersebut menurut penulis masih ada solusi yang bisa dilakukan dan harus segera dilaksanakan yaitu memberikan peran serta mahasiswa dalam proses pembangunan desa. Yang juga sudah menjadi dasar kewajiban mahasiwa yaitu pada Tri Darma Perguruan Tinggi. Baik dari segi Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian yang harusnya diimplementasikan oleh mahasiwa kepada desa-desa yang ada di daerahnya.

Kalau kita melihat bersama di daerah sendiri yaitu Banyuwangi yang pimpin oleh bupati Abdullah Azwar Anas bahwasanya sosok yang harus dijadikan panutan oleh mahasiwa adalah beliau dari segi pembangunan desa. Karena pada saat ini program Smart Kampung yang di gagas pada pertengahan 2016 lalu sudah membawa dampak yang sangat pelayanan desa yang mendari sekaligus inovatif dan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Tetapi dari program tersebut tidak menutup kemungkinan terjadi kekurangan pemahaman atau kurang maksimalnya pengelolaan dana desa. Karena melihat pada setiap desa mempunyai tipologi masyarakat dan tata letak geografis yang berbeda-beda.

Untuk mewujudkan pembangunan desa yang berbasi pada kemandirian, mahasiswa seharusnya melakukan terobosan inovasi dengan car membentuk/menghidupkan kembali karang taruna desa yang pada pada tahun  sembilan puluhan menjadi organisasi favorit pemuda desa atau pun ikut masuk dalam kepengurusan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang kesemuanya adalah wadah bagi mahasiswa dalam pembangunan desa.

Ketika kedua lembaga ini baik karang taruna dan BUMDes bejalan dengan baik dan inovatif. Karang taruna sebagi Tim kreatif desa sedangkan Badan Usaha Milik Desa sebagai tempat pengembangan dan peningkatan Ekonomi kerakyatan yang ada di desa, maka solusi untuk mewujudkan kemandirian desa yang digagas oleh bupati Abdullah Azwar Anas akan lebih baik lagi.

Oleh : RifqiNuril Huda ( Mahasiswa Fakultas Hukum, Ketua Forum Karang Taruna Kec. Srono, Kab. Banyuwangi, President YOT Banyuwangi, Ketua Badan Eksekutif FH Univ. 17 Agustus 1945 Banyuwangi. Direktur BUMDes "Surya Kebaman")

Sumber : Kompasiana.com

No comments

Note: Only a member of this blog may post a comment.