Asas rekognisi dan subsidiaritas yang menjadi asas utama UU No. 6/2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU Desa) telah mendorong negara men...
Asas rekognisi dan subsidiaritas yang menjadi asas utama UU No. 6/2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU Desa) telah mendorong negara mengakui dan menghormati hak asal usul Desa dan menetapkan kewenangan lokal skala Desa. Konsekuensi dari asas utama pengaturan Desa (rekognisi-subsidiaritas) adalah lahirnya paradigma baru pembangunan Desa, dimana Desa sebagai sebuah kesatuan masyarakat hukum, kini menjadi subjek pembangunan yang mengatur dan menggerakkan pembangunannya secara mandiri berdasarkan hak dan kewenangan yang dimiliki. Selain itu, Desa kini menjadi ruang publik politik bagi warga desa untuk menyelenggarakan pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatn desa dan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan secara mandiri.
Kewenangan desa untuk mengatur dan mengurus urusan masyarakat secara mandiri mensyaratkan adanya manusia-manusia yang handal dan mumpuni sebagai pengelola desa sebagai self governing community (komunitas yang mengelola pemerintahannya secara mandiri). Kaderisasi desa menjadi kegiatan yang sangat strategis bagi terciptanya desa yang kuat, maju, mandiri dan demokratis. Kaderisasi desa meliputi peningkatan kapasitas masyarakat desa di segala kehidupan, utamanya pengembangan kapasitas di dalam pengelolaan desa secara demokratis.
Sesuai amanat UU Desa, pendampingan Desa harus dilakukan dengan paradigma penguatan masyarakat Desa sebagai subjek. Dalam praksis kebijakan pemberdayaanmasyarakat sebelum UU Desa, kader-kader penggerak di Desa cenderung dibentuk melalui penugasan dari supradesa, menjadi bagian dari prasyarat proyek, serta bekerja didasarkan atas skema “petunjuk teknis” yang rinci. Desa baru pasca UU Desa dicirikan oleh adanya perubahan pola pendampingan desa yaitu dari semula berkarakter “kontrol dan mobilisasi-partisipasi”, berubah menjadi fasilitasi gerapan pembaharuan Desa sebagai komunitas yang mandiri. Berlandaskan asas regoknisi dan subsidiaritas, pendampingan desa mengutamakan kesadaran politik warga desa untuk terlibat aktif dalam urusan di desanya secara sukarela sehingga arah gerak kehidupan di desa merupakan akualitas kepentingan bersama yang dirumuskan secara musyawarah mufakat dalam semangat gotong royong.
PENGERTIAN KADER
Makna kata “kader” sebagaimana lazim dipahami dalam sebuah organisasi, adalah orang yang dibentuk untuk memegang peran penting (orang kunci) dan memiliki komitmen dan dedikasi kuat untuk menggerakan organisasi mewujudkan visi misinya. Dalam konteks desa, Kader Desa adalah “orang kunci “ yang mengorganisir dan memimpin rakyat desa bergerak menuju pencapaian cita-cita bersama. Kader Desa terlibat aktif dalam proses belajar sosial yang dilaksanakan oleh seluruh lapiran masyarakat desa.
Kader-kader Desa hadir di dalam pengelolaan urusan desa melalui perannya sebagai kepala desa, anggota BPD, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), tokoh adat; tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; pengurus/anggota kelompok tani; pengurus/anggota kelompok nelayan; pengurus/anggota kelompok perajin; pengurus/anggota kelompok perempuan. Kader Desa dapat berasal dari kaum perempuan dan laki-laki dalam kedudukannya yang sejajar, mencakup warga desa dengan usia tua, kaum muda maupun anak-anak.
Konsisten dengan mandat UU Desa, keberadaan kader desa yang berasal dari warga Desa itu sendiri berkewajiban untuk melakukan “upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa”.
Fokus pendamping desa adalah memperkuat proses kaderisasi bagi Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dengan tidak tertutup peluang untuk melakukan kaderisasi terhadap komponen masyarakat lainnya. Legalitas KPMD tertuang dalam ketentuan dalam Pasal 4 Permendesa PDTT No. 3/2015 tentang Pendampingan Desa. Pasal tersebut menetapkan bahwa pendampingan Desa dilaksanakan oleh pendamping yang terdiri atas: a. tenaga pendamping profesional; b. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD); dan/atau c. pihak ketiga. Dengan demikian, KPMD merupakan pendamping desa yang dipilih dari warga desa setempat, untuk bekerja mendampingi beragam kegiatan di desanya secara mandiri.
Selain itu dalam ketentuan PP Desa maupun Permendesa disebutkan bahwa KPMD dipilih dari masyarakat setempat oleh pemerintah Desa melalui Musyawarah Desa untuk ditetapkan dengan keputusan kepada Desa. Maknanya semakin terang bahwa KPMD merupakan individu-individu yang dipersiapkan sebagai kader yang akan melanjutkan kerja pemberdayaan di kemudian hari. Oleh karenanya, kaderisasi masyarakat Desa menjadi sangat penting untuk keberlanjutan kerja pemberdayaan sebagai penyiapan warga desa untuk menggerakkan seluruh kekuatan Desa.
KPMD selanjutnya masuk kedalam sistem pendampingan Desa skala lokal dan institusi Desa. Pendampingan Desa merupakan mandat UU Desa agar terdapat systempendampingan internal Desa guna menjadikan Desa yang kuat,maju,mandiri,dandemokratis. UUDesa dan peraturan-peraturan dibawahnya menegaskan pendampingan Desa sebagai kegiatan untuk melakukan tindakan pemberdayaanmasyarakat. Tindakan pemberdayaan masyarakat Desa itudijalankan secara “melekat” melalui strategi pendampingan pada lingkup skala lokal Desa.
Identitas KPMD semakin jelas bahwa UU Desa mengarahkan representasi dari kelompok masyarakat Desa setempat untuk giat melakukan pendampingan sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat skala lokal Desa. KPMD versi UU Desa merupakan representasi dari warga desa yang selanjutnya dipilih dalam Musyawarah Desa dan ditetapkan oleh Desa setempat untuk melakukan tindakan pemberdayaan masyarakat skala lokal, meliputi tindakan asistensi, pengorganisasian, pengarahan dan fasilitasi skala lokal Desa. Istilah yang sekiranya tepat untuk menggambarkan KPMD pasca terbitnya UU Desa adalah “Kader Desa” dan bukan “Kader di Desa”.
KADER DESA SEBAGAI INSTITUSI WARGA
KPMD dapat disebut sebagai institusi warga(civil institution), yakni sebuah institusi kader lokal yang dibentuk secara mandiri oleh warga, untuk memerhatikan isu-isu publik (yang melampaui isu-isu parokhial dan adat-istiadat) serta sebagai wadah representasi dan partisipasi mereka untuk memperjuangkan hak dan kepentingan maupun kewajiban warga desa. Spirit kewargaan – sebagai jantung strong democracy – hadir dan dihadirkan oleh KPMD sebagai kader organisasi warga atau organisasi masyarakat sipil di ranah desa. Bahkan, KPMD dapat menjadi penggerak terbentuknya Pusat Kemasyarakatan (community centre) sebagai ruang publik politik untuk memperluas jangkuan kaderisasi Desa.
Kehadiran KPMD sebagai penggerak warga desa untuk berpartisipasi dan berswadaya gotong royong dalam pengelolaan urusan desa sudah barang tentu merupakan lompatan baru. Sebab, selama puluhan tahun dalam kerangka kerja kontrol dan mobilisasi-partisipasi, desa cenderung ditemjpatkan sebagai organisasi bentukan supra desa (desa korporatis). Tidak hanya desa yang bersifat korporatis, lembaga-lembaga masyarakat pun bersifat korporatis (PKK, Karang Taruna, RT, RW dan sebagainya). Kelemahan organisasi korporatis adalah ketergantungan yang tinggi terhadap negara, sehingga setiap urusan desa yang seharusnya mampu dikelola secara mandiri selalu diserahkan kepada negara untuk menyelesaikannya. Akibatnya, desa beserta lembaga masyarakat yang bersifat korporatis menjadi beban bagi negara.
Dalam ranah kaderisasi desa, KPMD bergerak untuk mengubah organisasi korporatis menjadi kekuatan baru yang mendorong desa tampil sebagai pilar bangsa dan negara dalam mewujdukan kesejahteraan masyarakat di desa-desa Indonesia. Secara horisontal, KPMD bersama-sama dengan warga melakukan pembelajaran, musyawarah mufatak (deliberasi), dan membangun kesadaran kolektif dalam diri warga desa untuk melaksanakan pembangunan desa. Secara vertikal, KPMD memfasilitasi para pemimpin Desa untuk berpihak kepada masyarakat desa, memfasilitasi fungsi representasi dalam Musrenbang dan Musyawarah Desa, memfasilitasi pelayanan publik yang berkeadilan bagi masyarakat desa, memfasilitasi pengelolaan APBDesa secara berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat desa (pembiayaan Posyandu, dukungan untuk ketahanan pangan, penyediaan air bersih, dan lain-lain).
Diolah dari berbagai Sumber
Oleh : Asep Jazuli
No comments
Note: Only a member of this blog may post a comment.