Pemimpin dalam Islam berarti umara yang sering disebut juga dengan ulul amri. Seperti yang tertera dalam QS. An-Nisa ayat 5: “Hai or...
Pemimpin
dalam Islam berarti umara yang sering disebut juga dengan ulul amri. Seperti
yang tertera dalam QS. An-Nisa ayat 5: “Hai orang-orang beriman, taatilah Allah
dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu”.
Pemimpin
sering juga disebut khadimul ummah (pelayan umat). Menurut istilah itu, seorang
pemimpin harus menempatkan diri pada posisi sebagai pelayan masyarakat, bukan
minta dilayani.
Sebagai
pelayan masyarakat, seorang pemimpin dituntut untuk memahami kehendak dan
memperhatikan penderitaan rakyat. Sebab dalam sejarahnya para rasul tidak
diutus kecuali yang mampu memahami bahasa (kehendak) kaumnya serta mengerti
(kesusahan) mereka.
Allah
berfirman; "Kami tidak pernah mengutus seorang Rasul kecuali dengan bahasa
kaumnya". [Q.S. Ibrahim (14): 4]
Seperti
apa Pemimpin Desa yang Ideal
Dalam
menjalankan kehidupan berbangsa, bernegara, termasuk untuk menciptakan Desa
yang berdaulat secara politik, berdaya secara ekonomi, dan bermartabat secara
budaya, pemimpin di Desa harus memiliki keteladanan yang kuat dan jauh dari
sifat-sifat tercela.
Kepala
Desa harus benar-benar menjadi seorang pemimpin bagi seluruh masyarakat, bukan
pemimpin sebagian kelompok, keluarga, keturunan, agama dan suku tertentu dan
lain sebagainya. Pemimpin masyarakat artinya pemimpin yang dekat dengan
masyarakat, melindungi, mengayomi dan sekaligus melayani masyarakatnya.
Pemimpin
Desa yang ideal yang mampu membawa masyarakat dan Desanya mencapai
kesejahteraan, senantiasa melayani masyarakat selama 24 jam, serta
mengedepankan prakarsa masyarakat.
Nah,
dalam kontek implementasi UU Desa. Pemimpin seperti apa yang paling ideal untuk
diterapkan dari 3 tipe kepemimpinan dibawah ini:
1. Kepemimpinan
Regresif
Dalam
pelaksanaan kewenangan lokal skala Desa tipe Kepemimpinan ini tidak menyukai
adanya partisipasi masyarakat baik dalam pengelolaan Pemerintahan Desa,
Pembangunan, Kemasyarakatan, maupun Pemberdayaan Desa.
Kepemimpinan
ini cenderung menolak Musyawarah Desa, kepemimpinan ini juga tidak menginginkan
adanya masukan, pendapat dari orang lain. Sangat jauh dari prinsip-prinsip
demokrasi, partisipasi, dan akuntabilitas. Usaha ekonomi Desa baik itu berupa
Aset Desa maupun BUM Desa akan dikuasi sendiri oleh pemimpin dengan tipe ini,
memiliki kecenderungan memanfaatkan sumberdaya lokal untuk kepentingan pribadi.
Cenderung
menolak pengembangan kapasitas teknokratik di Desa. Tidak menginginkan
pendidikan politik, bagi pemimpin ini semakin kritis serta berdaya akan
mengancam kekuasaannya.
2.
Kepemimpinan Konservatif-involutif
Kewenangan
lokal skala Desa pada tipe kepemimpinan ini akan dijalankan secara normatif
serta prosedural. Upaya pemberdayaan Desa hanya akan memberdayakan keluarga,
kerabat atau warga masyarakat yang dapat dikendalikan olehnya. Tidak ada
inovasi yang akan dilakukan dalam memanfaatkan kewenangan yang dimiliki Desa.
Melaksanakan
Musyawarah Desa sesuai tata tertib atau aturan yang ada, peserta akan diseleksi
terlebih dahulu agar Musdes mudah untuk dikendalikannya. Pendapat atau masukan
yang disampaikan oleh masyarakat dalam forum Musyawarah Desa di setting atau
diatur sedemikian rupa untuk keuntungan dirinya.
Transparansi
akan dilakukan terbatas, informasi hanya diberikan kepada pengikut atau
pendukungnya saja. Hasil musyawarah Desa maupun tindak lanjutnya hanya akan
disampaikan kepada pengikutnya saja.
Aset
Desa akan dikuasai dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan dirinya dan kelompoknya
saja. BUM Desa hanya akan diisi oleh kelompoknya saja, arah program
pengembangan ekonomi Desa cenderung meminta arahan dari pemerintah
kabupaten/kota.
Pendampingan
Desa akan membuat masyarakat Desa kritis kuat dan berdaya, Khawatir jika itu
terjadi maka Desa tidak lagi memperoleh dana dari pemerintah. Kekhawatiran yang
lebih ekstrem muncul, bila Desa kuat akan membangkang kabupaten dan bahkan
membahayakan NKRI.
3.
Kepemimpinan Inovatif-progresif
Kepemimpinan
ini lebih melibatkan partisipasi/prakarsa masyarakat Desa. Dalam hal prinsip
transparansi akan selalu meminta kepada masyarakat untuk mengawasi,
akuntabilitas kinerja disampaikan kepada publik dilakukan setiap saat.
Pembangunan Desa dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat mulai
dari merencanakan, melaksanakan serta mengawasi proyek pembangunan. Seluruh
unsur masyarakat diajak secara bersama-sama menjaga ketentraman dan ketertiban
Desa.
Melibatkan
setiap unsur masyarakat, tokoh agama, tokok masyarakat, perwakilan perempuan,
hingga perwakilan masyarakat miskin dalam Musyawarah Desa. Hal ini juga sejalan
dengan spirit yang dibangun untuk pembaharuan Desa yang meletakkan Musdes
diatas segalanya. Setiap orang akan dijamin kebebasan berpendapatnya dan
mendapatkan perlakuan yang sama, serta akan melindungi dari intimidasi.
Mengedepankan
akuntabilitas kinerja, hasil Musyawarah Desa serta tindak lanjut keputusan
musyawarah akan disampaikan kepada masyarakat dan dilakukan setiap saat.
Dengan
melibatkan prakarsa masyarakat Aset Desa direvitalisasi dan dimanfaatkan
seluas-luasnya untuk kesejahteraan masyarakatnya. Adanya inovasi baru untuk
menambah aset Desa. BUM Desa didirikan dengan prakarsa masyarakat, apa yang
menjadi rencana usaha, penentuan personil, aturan main akan dibahas
bersama-sama secara demokratis melalui Musyawarah Desa.
Kepemimpinan
ini mendukung penuh usaha pengembangan kapasitas teknokratik, semakin banyak
masyarakat yang paham akan memudahkan dirinya untuk berinovasi membuat program
pembangunan Desa. Selain itu, kepemimpinan ini menyambut baik pendidikan
politik untuk memunculkan kader-kader Desa yang potensial, demokratis, visioner
dan akan membantu dirinya dalam melakukan percepatan menuju kesejahteraan Desa.
Dalam
buku saku kepemimpinan Desa. Kepemimpinan yang sangat tepat untuk diterapkan
dalam kerangka pembaruan Desa serta implementasi UU Desa adalah Kepemimpinan
Inovatif-progresif.