Oleh : Kristo Relianus Mantan Asisten Faskab PNPM-MPd Kabupaten Sikka Kalau kita membaca judul tulisan ini, apa yang kita pahami? Bagi saya,...
Oleh : Kristo Relianus
Mantan Asisten Faskab PNPM-MPd Kabupaten Sikka
Kalau kita membaca judul tulisan ini, apa yang kita pahami? Bagi saya, judul tulisan ini tidak hanya menekankan dua hal penting, yakni RPJMDes dan RKPDes. Tetapi judul tulisan ini telah menginspirasi kita untuk memahami lebih jauh tentang ruang lingkup perencanaan.
Selama ini, kita memang sering mendengar bahkan terlibat secara langsung dalam proses perencanaan. Namun, apakah kita sudah mengerti atau sebaliknya? Bagi saya, RPJMDes dan RKPDes adalah bagian dari lingkup perencanaan desa. Tapi di desa tidak hanya ada dua jenis perencanaan ini. Masih ada satu lagi yakni APBDes sebagai perencanaan keuangan tahunan pemerintah desa.
Kalau di desa seperti itu, berarti di kabupaten dan provinsi ada pula yang namanya RPJMD, RKPD serta APBD Kabupaten dan Provinsi. Sementara pusat ada RPJMN, RKP Pemerintah dan APBN. Sepintas semua dokumen ini kelihatan beda secara ruang lingkup. Ada lingkup desa, ada lingkup daerah dan ada lingkup pusat. Namun semuanya tetap beresensi yang sama sebagai bagian dari dokumen perencanaan.
Perencanaan yang paling popular saat ini dan ramai dibicarakan oleh semua kalangan adalah perencanaan desa. Mulai dari kalangan akademisi, aparatur pemerintah, pendamping profesional, politikus, NGO (Non Government Organization), petani, dan para ojek juga tidak ketinggalan membicarakan tentang perencanaan partisipatif desa. Secara regulatif perencanaan partisipatif desa diatur dengan Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa. Ada dua hal utama yang diatur dalam regulasi ini adalah RPJMDes dan RKPDes.
RJMDes
Regulasi tentang perencanaan pembangunan desa dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan. Hampir tidak ada satupun regulasi perencanaan yang bersifat tetap. Setiap periode, selalu saja ada perubahan. Ini mencerminkan bahwa kebutuhan dan persoalan warga sebenarnya tidak hanya satu macam.
Ada banyak ragam kebutuhan dan persoalan warga. Yang secara sepintas mungkin kelihatan sederhana. Tapi rumit untuk diselesaikan. Mengatasi kerumitan sosial dalam dinamika pembangunan desa, kuncinya terletak pada perencanaan. Untuk itu, kita butuh perencanaan yang matang, simple dan mudah diimplementasikan.
Sesuai pasal 1 ayat 15 Permendagri Nomor 114 Tahun 2014, RPJMDes adalah rencana pembangunan jangka menengah desa untuk jangka waktu enam tahun. Bagi desa, kehadiran dokumen ini dirasa sangat penting. Karena dokumen RPJM Desa tidak hanya memuat visi dan misi seorang kepala desa. Tetapi memuat juga arah kebijakan pembangunan desa, program-program SKPD, NGO serta rencana kegiatan yang meliputi bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
Untuk itu, setiap desa wajib memiliki dokumen ini. Bagi desa yang memiliki kepala desa baru, sesuai ketentuan wajib menyusun dokumen ini paling lambat tiga bulan sejak seorang kepala desa dilantik. Ini artinya, dokumen RPJMDes senantiasa menjadi acuan bagi pemerintah desa dalam menyelenggarakan pembangunan desa. Ada empat unsur yang perlu kita perhatikan dalam proses penyusunan dokumen RPJMDes, yakni Tim Penyusun, Data, Anggaran dan Regulasi.
Tim penyusun dari segi keterwakilan harus mengakomodasi berbagai pihak. Tidak hanya aparatur pemerintah desa. Tetapi unsur perempuan, KPMD, dan lembaga kemasyarakatan juga harus diikutsertakan. Selanjutnya, ketersediaan data. Data menjadi domain penting dalam penyusunan dokumen RPJMDes. Agar bisa menyusun dokumen perencanaan, kita harus memiliki data. Data ini bisa kita peroleh melalui hasil pengkajian keadaan desa. Proses ini lebih mengutamakan partisipasi warga. Warga diajak untuk menemu kenali potensi dan masalah serta mencarikan solusinya dengan menggunkan tiga alat kaji, seperti diagram venn kelembagaan, sketsa desa dan kalender musim. Selain itu, data juga bisa kita peroleh dari profil desa dan data hasil olahan BPS setempat.
Agar isi dokumen perencanaan menjadi lebih komprehensif, maka proses penyusunannya harus melibatkan SKPD. Kita tidak bisa hanya mengandalkan tim 7 atau 11. Ini dimaksudkan agar tim penyusun dan warga tahu tentang renstra dan renja SKPD, sekaligus membantu warga agar dapat mengusulkan kegiatan sesuai nomenklatur. Jangan sampai usulan warga berbeda lagi dengan renstra dan renja SKPD. Sebab selama ini terjadi demikian. Pada saat penyusunan RPJMDes dan musrenbangdes, SKPD biasanya tidak hadir. Inilah yang menyebabkan perencanaan desa selalu tidak akomodatif dan sinkron dengan RPJMD kabupaten/provinsi.
Mestinya SKPD hadir pada saat penyusunan perencanaan di desa sekaligus menyampaikan tentang penyelarasan RPJMD kabupaten kepada tim penyusun RPJMDes.
RKPDes
Sekalipun dokumen RPJMDes adalah induk perencanaan di desa. Tetapi keberadaannya masih membutuhkan penjabaran lebih lanjut ke dalam RKPDes pada setiap tahun berjalan. Mengapa demikian? Karena tidak mungkin semua perencanaan kegiatan yang telah tertuang di dalam RPJMDes bisa terdanai sekaligus dikerjakan dalam rentang waktu satu tahun secara bersamaan. Itu sesuatu yang sangat mustahil terjadi.
Kita mesti realistis terhadap kondisi yang ada, terutama ketersediaan anggaran. Selama satu tahun, berapa banyak pendapatan kita dari pos PADes, pendapatan Transfer (DD, ADD, Bantuan Keuangan Kab./Provinsi, Bagi hasil Pajak dan Retribusi Daerah) serta pendapatan lain-lain.
Jika kita tahu bahwa ternyata pendapatan kita minim, sementara kegiatan kita banyak dan menyerap anggaran dalam jumlah besar, maka kita mesti berpikir ulang tentang perencanaan. Dengan kondisi yang ada, maka suka atau tidak suka kita mesti membuat pilihan. Mana kegiatan yang paling prioritas untuk didanai atau dikerjakan dari seluruh kebutuhan yang ada. Pada konteks inilah, dokumen RKPDes perlu disusun secara baik dan benar. Tidak lagi asal-asalan. Sekedar ada dokumennya. Untuk bisa menyusun RKPDes yang baik, rujukan kita jelas ada pada Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 termasuk lampiran 41 sampai 47. Jika kita patuh pada semua prosedur dan instrumennya, maka kita bisa menghasilkan suatu dokumen perencanaan yang valid.
Bagi pemerintah desa, sebuah dokumen RKPDes bisa disusun bila ada ketersediaan berbagai data seperti pagu indikatif desa, pendapatan asli desa, rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten, jaring aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh DPRD kabupaten, hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa, hasil kesepakatan kerja sama antardesa, serta hasil kesepakatan kerja sama desa dengan pihak ketiga.
Semua data ini tentunya secara kolektif akan diolah oleh tim 7 atau 11 sebagai tim penyusun RKPDes. Dan sesuai ketentuan pasal 42 ayat 1 Peremendagri Nomor 114 Tahun 2014, bahwa sebuah dokumen RKPDes juga harus melampirkan Design dan RAB.
Terkait design dan RAB, kalau kita mencermati tentang praktek penyelenggaraan pemerintahan desa selama ini, sebenarnya ada banyak problem. Mayoritas RKPDes dan APBDes kita tidak pernah dilengkapi dengan Design dan RAB yang memenuhi kaidah teknis. Akibatnya realisasi dana dan progress fisik kebanyakan timbul masalah. Selama ini pemerintah desa tidak peduli dengan RPJMDes dan RKPDes. Yang mereka utamakan hanyalah dokumen APBDes.
Petingkah?
Pada prinsipnya keberadaan RPJMDes dan RKPDes diatur dengan perundangan-undangan. Kedua dokumen perencanaan ini tidak hadir begitu saja. Tetapi hadir melalui suatu proses yang panjang dan memenuhi standar akademik, sosiologis, politik dan yuridis.
Seluruh peraturan perundang-undangan desa dan peraturan lain terkait desa telah memerintahkan, bahwa desa wajib menyusun dan memiliki dokumen RPJMDes dan RKPDes. Jadi tidak ada argumentasi lain yang mengatakan bahwa kedua dokumen ini tidak penting sehingga tidak perlu disusun oleh pemerintah desa. Dengan kehadiran regulasi tentang desa, maka kedua dokumen ini sifatnya wajib untuk disusun. Tanpa kedua dokumen ini, pemerintah desa tidak boleh mengelola keuangan desa.
Keuangan desa hanya bisa dikelola, jika desa sudah memiliki dokumen RPJMDes dan RKPDes yang dilegalisasi dengan Peraturan Desa. Secara yuridis, kedua dokumen ini menjadi dasar bagi penyusunan APBDes. Sehingga tanpa dokumen RKPDes pemerintah desa tidak bisa menyusun APBDes. Apalagi dokumen RKPDes juga harus dilengkapi dengan Design dan RAB.
Bagi saya, pemerintah desa sebagai pembina, koordinator sekaligus penyusun, sudah saatnya secara sungguh-sungguh memperhatikan proses dan tahapan penyusunan dokumen perencanaan desa. Yang penting bagi pemerintah desa sekarang adalah mengelola keuangan desa mesti ada dokumen perencanaan dan tidak boleh dibolak-balik penyusunannya. Tetapi harus sesuai regulasi terutama Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa. Mulai saat ini, kebiasaan lama yang selalu mengabaikan penyediaan dokumen perencanaan desa mestinya mulai kita tinggalkan.
Karena ketersediaan dokumen ini sangat membantu kita dalam meminimalisir penyalahgunaan wewenang sekaligus memudahkan kita merealisasikan berbagai program dan kegiatan berbasis masyarakat.*
Artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul Petingkah RPJMDes dan RKPDes?, http://kupang.tribunnews.com/2016/04/20/petingkah-rpjmdes-dan-rkpdes?page=3.
Editor: Putra
No comments
Note: Only a member of this blog may post a comment.