Page Nav

10

Grid

SNIPSET

true
true

Pages

Breaking News:

latest

Memahami Substansi Pertanggungjawaban Kepala Desa Berdasarkan Permendagri 46 Tahun 2016

Oleh : (Syarief Aryfaid) Pengantar Desa dalam subtansi makna yang tercantum dalam UU No.6 Tahun 2014, merupakan  terintegrasi prinsip rekogn...

Oleh : (Syarief Aryfaid)

Pengantar

Desa dalam subtansi makna yang tercantum dalam UU No.6 Tahun 2014, merupakan  terintegrasi prinsip rekognisi dan otonomi yang menempatkan desa sebagai arena politik, arena demokrasi, arena sosial, arena adat istiadat, dan arena ekonomi.  Derajat pengakuan terhadap desa oleh negara, bukanlah alur melepaskan desa dari hubungan kausalitas dalam bernegara, akan tetapi mendorong dan menempatkan desa sebagai indentitas bernegara. Oleh sebab itu prinsip itu  utama yang dikedepankan dalam berdesa adalah state akuntability.



Memasuki periode empat tahun implementasi UU Desa, ada banyak persoalan yang terjadi, khususnya menyangkut tanggung jawab berdesa dalam koridor sebagai bagian dari tanggungjawab bernegara.  Mulai dari persoalan malpraktik perencanaan, malpraktik anggaran, disfungsi kewenangan, disorientasi program, hingga manipulasi proyek pembangunan desa, merupakan gambaran umum proses berdesa. Semua persoalan tersebut, tentu saja mendapat respon dari berbagai kalangan, dan pemerintah merespon melalui regulasi dan kebijakan.

Salah satu persoalan yang menarik perhatian penulis yaitu terkait meningkatnya peran serta berbagai institusi supra desa melakukan “pengawasan dan pembinaan” terhadap desa. Seperti adanya kesepakat d an kerjasama (MoU) antara Kementerian Dalam Negeri dan Kepolisain Republik Indonesia terkait pengawasan Dana Desa, adanya kerjasama (MoU) antara Kementerian Desa, dengan  Kejaksaan RI, BPK, KPK, dan Perguruan Tinggi terkait pengawasan pelaksaan pembangunan desa.

Semua bentuk kerjasama tersebut diarahkan ke desa, alhasil, bukannya desa semakin kuat, akan tetapi desa semakin terpedayai, sebab praktik empirik kerjasama tersebut, cenderung memberdayai dan mengerjain desa. Kasus dibeberapa daerah, dimana desa, perangkat desa, kepala desa, seringkali jadi “korban”  superioritas kewenangan  supradesa. Misalnya praktik pemungutan pajak, praktik upeti, praktik pengawasan, praktik dana pengamanan pilkades, praktik pemeriksaan laporan kegiatan, dan lain sebagainya. Dimana semua tindakan kejahatan tersebut, dikelola dengan rapi dan baik atas nama kerjasama pengawasan dan pembinaan. Desa, Pemerintahan Desa, Pemerintah Desa, Kepala Desa, Perangkat Desa, lagi-lagi menjadi korban dalam skema laporan pertanggungjawaban desa.

Subtansi Pertanggungjawaban Desa

Dalam narasi tatakelola pemerintahan, ada kewajiban bagi pemerintah dan pemerintahan desa untuk menyusun perencanaan pembangunan desa, melaksanakan dan melaporkan (mempertanggungjawabkan). Secara konstitusional. penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan seluruh proses kegiatan manajeman pemerintahan Desa yang meliputi bidang penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat sesuai kewenangan Desa (UU No. 6/2014).

Sebagai arena politik yang diakui, maka kepala desa terpilih diberi kewenangan untuk menyusun rumusan visi dan misi tentang keadaan yang diinginkan pada akhir periode penyelenggaraan pemerintahan desa, serta upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visinya tersebut. Dimana visi dan misi tersebut secara sistematis dijabarakan dalam dokumen RPJMDes, RKPDes, APBDEs, serta secara berkala melakukan monitoring dan evaluasi melalui mekanisme Laporan Pertanggungjawaban. Dimana mengacu pada Permendagri No. 46 Tahun 2016, ada  empat (4) laporan yang harus dibuat dan dilaksanakan oleh kepala desa, pemerintah desa, dan pemerintahan desa, yaitu: a) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa akhir tahun anggaran; b) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa akhir masa jabatan; c) Laporan Keterangan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa akhir tahun anggaran; dan d) Informasi Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

LPPD Akhir Tahun Anggaran

Sebagaimana diuraikan dalam Permendagri No. 46/2016, Pasal 3, bahwa  Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (LPPD) Akhir Tahun Anggaran disampaikan oleh kepala desa kepada bupati/walikota melalui camat secara tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Narasi substansi LPPD akhir tahun anggaran ini, yaitu  bahwa pemerintahan desa, memiliki kewajiban yang harus dipertanggungjawabakan atas semua hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya.  Kewajiban secara tertulis ini, sebagai instrument administratif dan juga instrument hukum bagi pemerintah untuk memastikan para penyelenggara pemerintahan desa menjalankan kekuasaan, kewenangan, serta tugas dan fungsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan. Hal ini bisa dilihat dari muatan LPPD tersebut.

Apasaja Muata LPPD Akhir Tahun Anggaran?

Muatan materi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Akhir Tahun Anggaran terdiri dari: 1) Pendahuluan; 2) Program Kerja penyelenggaraan Pemerintahan Desa; 3) Program Kerja Pelaksanaan Pembangunan; 4) Program Kerja Pembinaan Kemasyarakatan; 5) Program Kerja Pemberdayaan Masyarakat; 6) Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; 7) Keberhasilan yang dicapai, Permasalahan yang dihadapi dan Upaya yang ditempuh; dan; 8) Penutup

Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah penyelenggara pemerintahan desa mampu menyusun LPPD tersebut? Pada aspek inilah pentingnya keberadaan Camat, keberadaan Dinas PMD, keberadaan para Tenaga Ahli dan pendamping desa, yaitu mengedukasi, melatih dan melakukan pemberdayaan terhadap seluruh penyelenggara pemerintahan desa.  Hal hal penting yang dilakukan oleh elemen pemberdayaan tersebut di atas, antaralain, menjelaskan secara komprehensif tentang: 1) Urgensi tujuan penyusunan laporan; 2) Urgensi rumusan visi dan misi penyelenggaraan pemerintahan desa; 3) Urgensi strategis dan arah kebijakan; 4) Urgensi program kerja penyelenggaraan pemerintahan desa; 5) Urgensi Rencana dan Pelaksaan Program Kerja Bidang Pemerintahan Desa Berdasarkan RKPDes dan RPJMDes dan sesuai dengan kewenangan desa; 6) Urgensi program kerja pelaksanaan pembangunan desa.; 7) Urgensi program kerja pembinaan kemasyarakatan; 8) urgensi pelaksanaan APBDes

Point 1 – 8 tersebut di atas, merupakan narasi umum yang dijelaskan secara spesifik oleh penyelenggara pemerintah desa, sebagai bentuk komitmen politik, dan komitmen administratif yang memiliki konsekwensi hukum atas kekuasaan dan kewenangan yang diberikan oleh masyarakat desa dan oleh negara.

Hal lain yang seringkali menjadi sorotan, yaitu ketika menjelaskan soal Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dalam LPPD tersebut. Dimana uraian tentang; Pendapatan Desa, Belanja Desa, (Belanja Desa atas 4 bidang kewenangan desa, serta belanja tak terduga). Dimana narasi-narasi laporan, seringkali anomali dengan kondisi lapangan. Pada aspek inilah penting  memadukan antara kemampuan pada aspek perencanaan, pelaksaan dan pelaporan.

LPPD akhir tahun anggaran juga, menjelaskan tentang  Pembiayaan Desa, yang terdiri dari: a) Penerimaan Pembiayaan; b) Pengeluaran Pembiayaan dan; c) Selisih Pembiayaan.   Dalam konteks pembiyaan, tidak sedikit penyelenggara pemerintah desa belum mampu membedakan  makna substansi antara belanja dan pembiayaan, yang akhirnya seringkali menimbulkan persoalan pada realisasi anggaran (APBDes).

Belanja dalam notasi APBDes, terkait dengan penganggaran, yaitu menunjukkan jumlah uang yang telah dikeluarkan selama satu tahun anggaran. Istilah Belanja pada umumnya hanya digunakan di sektor publik, tidak di sektor bisnis. Belanja yang dalam bahasa Inggrisnya “expenditure” memiliki makna yang lebih luas karena mencakup biaya (expense) dan sekaligus cost. Belanja dapat berbentuk belanja operasi (operation expenditure) yang pada hakikatnya merupakan biaya (expense) maupun belanja modal (capital expenditure) yang merupakan belanja investasi yang masih berupa cost sehingga nantinya diakui dalam neraca. Belanja modal dalam konteks akuntansi bisnis bukan merupakan aktivitas yang mempengaruhi laporan laba-rugi, tetapi mempengaruhi neraca.

Dengan demikian jelas bahwa pada organisasi sektor publik, khususnya pemerintahan, setiap biaya merupakan belanja, tetapi tidak semua belanja merupakan biaya, karena bisa jadi merupakan belanja modal yang masih berupa cost dan belum menjadi expense. 

Sedangkan pembiayaan, dalam konteks APBDEs, sebagaimana dijelaskan di atas,  bahwa tidak setiap pengeluaran kas dari rekening kas umum desa merupakan belanja, tetapi boleh jadi merupakan pengeluaran pembiayaan. Pengeluaran merupakan komponen pos pembiayaan dalam struktur APBDes yang dimaksudkan untuk memanfaatkan surplus anggaran yang terjadi.  Pengeluaran pembiayaan dapat berupa: 1) pembentukan dana cadangan, 2) penyertaan modal misalnya penambahan modal pada BUMDes, 3) pelunasan utang, dan 4) pemberian pinjaman.

Pengeluaran pembiayaan ini meskipun menggunakan uang kas desa tidak dapat dikategorikan belanja, sebab tujuan dan mekanisme pengeluaran kasnya dari rekening kas umum desa berbeda. Pengeluaran pembiayaan merupakan suatu bentuk pengeluaran uang dari rekening kas umum desa yang pada suatu saat akan diterima kembali, sedangkan belanja adalah pengeluaran uang dari rekening kas umum desa yang tidak akan diterima kembali. Jika dilihat dari mekanisme pencairan dananya dari rekening kas umum desa, maka terdapat perbedaan yang jelas antara belanja dengan pembiayaan.

LPPD Menjelaskan Keberhasilan dan Persoalan

Sebagai sebuah dokumen tertulis yang dipertanggungjawabkan, maka LPPD, penting menjelaskan tentang berbagai keberhasilan yang dicapai, dan berbagai permasalahan yang dihadapi, serta upaya yang ditempuh. Nerasi penjelasan tersebut dijelaskankan sesuai dengan 4 bidang kewenangan (Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan; Pelaksanaan Pembangunan; Pembinaan Kemasyarakatan; dan Pemberdayaan Masyarakat).

Mengapa penting dalam LPPD tersebut menjelaskan keberhasil, persoalan dan upaya yang dilakukan? Tujuanya adalah, agar pemerintah desa dan para penyelenggara pemerintahan desa mampu merumuskan rencana tindak lanjut dan pemilihan strategi yang tepat dalam pelaksanaan empat bidang kewenanga tersebut.  Selain itu penjelasn tersebut juga berfungsi sebagai instrument monitoring dan evaluasi, baik bagi internal pemerintahan desa maupun oleh supra desa.

Penulis adalah Penggiat Desa /Direktur Eksekutif Lembaga Strategi Nasional

sumber : http://www.lsn.or.id/index.php/2018/05/04/pertanggungjawaban-penyelenggara-pemerintahan-desa/

No comments

Note: Only a member of this blog may post a comment.