Oleh Rokhmad Munawir* Perubahan iklim merupakan sebuah fenomena alam yang terjadi secara signifikan mengenai pola cuaca yang terjadi pada pe...
Oleh Rokhmad Munawir*
Perubahan iklim merupakan sebuah fenomena alam yang terjadi secara signifikan mengenai pola cuaca yang terjadi pada periode waktu tertentu. Banyak pihak menyebut bahwa perubahan iklim adalah perubahan suhu yang drastis, berubahnya curah hujan dan musim serta pola angin.
Peristiwa perubahan ini tidak terjadi begitu saja. Ada beberapa faktor penyebabnya antara lain: aktivitas manusia seperti penebangan hutan, penggunaan alat-alat yang menghasilkan karbon tinggi, gejala alam seperti erupsi gunung berapi maupun fenomena el nino dan el nina di lautan, radiasi sinar matahari, maupun tekanan tektonik dari dalam bumi, dan proses biologis.
Proses perubahan iklim yang pelan namun pasti ini memberikan dampak yang cukup serius dan mengkhawatirkan bagi penduduk bumi sebab mengancam kehidupan manusia. Merebaknya wabah penyakit, terjadinya bencana kekeringan, banjir, longsor, dan bencana-bencana lain, serta berubahnya kondisi udara yang menjadi semakin kotor adalah dampak dari perubahan iklim ini.
Dalam kehidupan manusia, sektor yang paling terdampak akibat perubahan iklim ini adalah sektor pertanian dan sektor kesehatan. Di sektor pertanian akan terjadi penurunan produksi yang berakibat pada kelangkaan pangan dan kenaikan harga pangan di pasaran. Sementara, di sektor kesehatan, resiko meningkatnya endemik penyakit seperti demam berdarah dan diare serta malaria semakin tinggi. Keduanya menjadi ancaman bagi kehidupan manusia.
Daerah-daerah di Indonesia ini sebagian besar rentan terhadap perubahan iklim. Topografi pegunungan dan dikelilingi gunung api serta lautan yang luas ini memiliki risiko yang cukup tinggi. Salah satu wilayah yang memiliki kerentanan tinggi adalah Jawa Timur. Kabupaten/kota di Jawa Timur memiliki tingkat kerentanan tinggi akibat perubahan cuaca, curah hujan, maupun aktivitas tektonik dan vulkanik. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) provinsi Jawa Timur menyebut bahwa ada 22 kabupaten/kota di Jawa Timur yang rentan terhadap perubahan iklim sehingga rawan bencana terutama longsor, kekeringan dan banjir.
Kawasan yang paling tinggi terkena dampak perubahan iklim di Indonesia adalah kawasan Malang Raya yang meliputi Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu. Menurut data yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengenai Kajian Risiko dan Adaptasi Perubahan Iklim (KRAPI) tahun 2012, kawasan Malang Raya memiliki iklim Monsun (musim dingin/hujan yang kering dan musim panas/kemarau yang basah). Situasi ini ditengarai disebabkan oleh kenaikan suhu sebesar 0,690 C sepanjang 25 tahun terakhir. Selain itu, di sisi lain, kawasan ini juga memiliki curah hujan ekstrim yang rata-rata meningkat 5% hingga 2030 dibandingkan kondisi saat ini.
Sebenarnya, berbagai pihak di kawasan Malang Raya sudah menyadari situasi ini. Pemerintah daerah telah menjadikan masalah lingkungan hidup ini sebagai isu strategis dan perhatian dalam proses pembangunan daerah. Berbagai upaya pun telah dilakukan seperti melatih masyarakat untuk tanggap bencana, memperkuat dan memperbanyak desa tangguh bencana, dan melakukan mitigasi pengurangan resiko ketika terjadi bencana. Upaya adaptasi atas perubahan iklim juga telah dilakukan melalui upaya reboisasi sabuk hijau bantaran sungai dan pencegahan penebangan hutan secara serampangan baik oleh masyarakat maupun oleh pihak perusahaan, serta pembuatan biopori pada kawasan terbuka hijau di perkotaan.
Berbagai upaya ini tidak akan berhasil jika hanya dilakukan secara sepihak oleh pemerintah kabupaten dan kota tanpa melibatkan pihak-pihak yang selama ini menjadi mitra pembangunan seperti masyarakat sipil, sektor swasta dan tentu saja Desa. Paradigma bahwa urusan lingkungan hidup merupakan tanggung jawab dan kewenangan pemerintah daerah semata juga perlu diubah. Kewenangan dan tanggung jawab ini harus dibagi dan diberikan kepada pemerintah Desa. Di sisi lain, paradigma penanganan bencana yang selama ini masih fokus pada tanggap darurat pun harus diubah agar mengarah pada manajemen pengurangan resiko dan adaptasi atas perubahan iklim yang memadukan sudut pandang teknis dan ilmiah.
Sudah saatnya pemerintah daerah membagi urusan dan kewenangannya dalam penanganan kebencanaan dan lingkungan hidup kepada pemerintahan Desa. Desa memiliki kewenangan yang dijamin dalam Undang-undang Desa yakni kewenangan lokal berskala desa, kewenangan berdasarkan hak asal usul, serta kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Isu lingkungan hidup, adaptasi perubahan iklim dan kebencanaan ini merupakan bagian dari kewenangan lokal berskala desa. Ini karena urusan tersebut sesuai dengan kepentingan masyarakat desa dan desa diyakini mampu menjalankannya dengan baik dan efektif.
Paradigma pemerintah dan pemerintah daerah yang menganggap desa tidak atau belum mampu menjalankan kwenangan tersebut harus diubah. Sebab, hal tersebut menyesatkan pola pikir dan cara pandang yang pada akhirnya hanya akan menjadikan desa sebagai objek tanpa ada kesempatan untuk menjadi subjek.
Sudah menjadi tugas dan kewajiban pemerintah kabupaten/kota untuk menguatkan kapasitas desa. Salah satu yang pemerintah daerah dapat lakukan adalah membantu desa melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam menyusun kebijakan dan program mengenai upaya Adaptasi Perubahan Iklim (API) dan Pengurangan Risiko Bencana (PRB), serta dukungan dana untuk menjalankan program tersebut. Bukan menjustifikasi ketidakmampuan desa tersebut.
Kewenangan terkait lingkungan hidup dan adaptasi perubahan iklim ini perlu dilimpahkan ke Desa agar masyarakat lebih menyadari pentingnya menjaga lingkungan dan menyesuaikan upaya perbaikan lingkungan dan adaptasi perubahan iklim dengan kebutuhan mereka. Masyarakat desa pasti memiliki pengalaman dan cara pandang yang lebih tentang bagaimana menyikapi perubahan iklim ini.
Perubahan curah hujan dan musim di Kabupaten Malang telah terjadi pada beberapa tahun terakhir ini. Masyarakat desa di wilayah tersebut pun terbukti mampu bertahan dengan melakukan adaptasi dalam mempertahankan tanaman mereka agar tetap bisa panen. Upaya dan model adaptasi inilah yang kemudian perlu dikuatkan lagi dengan sudut pandang teknis dan ilmiah oleh pemerintah kabupaten/kota serta para pihak yang berkonsentrasi pada isu ini, seperti perguruan tinggi atau pun organisasi masyarakat dan pihak swasta.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintahan desa tersebut hanya perlu dikuatkan dengan hasil pembacaan secara ilmiah. Sehingga secara teknis masyarakat desa dan pemerintahan desa lebih mampu melakukan upaya adaptasi. Pada sisi lain, pemerintah desa dapat memulai memasukkan beberapa agenda kegiatan dan program ke dalam kebijakan perencanaan pembangunan desa, baik dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) maupun dalam Rencana Kerja Pemerintahan Desa (RKP Desa). Kegiatan-kegiatan tersebut misalnya melakukan penghijauan pada bantaran sungai atau hutan di desa; memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pengelolaan sampah organik dan non organik, melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi dalam mengembangkan pola tanam yang berkelanjutan, dan masih banyak lagi kegiatan yang mampu mengarahkan masyarakat pada pemahaman dan penguatan kapasitas dalam melakukan adaptasi perubahan iklim.
Perlu diingat bahwa salah satu faktor kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim adalah sensitivitas dalam beradaptasi atau menyikapi perubahan tersebut agar mampu bertahan hidup. Sehingga perlu upaya yang massif dari para pihak dalam menangani hal ini.
*) Program Manager pada Program Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan, kerja sama USAID dan PATTIRO.
No comments
Note: Only a member of this blog may post a comment.