Oleh : Asep Jazuli Narsis, sebuah istilah yang mulai sering saya dengar kira-kira ketika saya menjadi mahasiswa dulu walaupun sebenarnya...
Oleh : Asep Jazuli
Narsis, sebuah istilah yang mulai sering saya dengar kira-kira ketika saya menjadi mahasiswa dulu walaupun sebenarnya bukan istilah baru. Sering temen-temen bilang “tuh orang narsis banget” ketika melihat gambar atau foto seseorang yang “di cakep-cakepin” atau “digagah-gagahin” atau semacam itulah kira-kira……Kemudian akhirnya saya memiliki pemahaman bahwa istilah narsis itu digunakan untuk memberikan sebutan kepada seseorang yang suka menonjolkan dirinya lewat penggambaran yang seolah-olah menjadi orang “yang paling…..”…….”…..”
Ternyata pemahaman saya tersebut tidak sepenuhnya benar, walaupun juga tidak salah. Setelah saya buka kamus, ternyata istilah narsis yang sering saya denger itu berasal dari kata narcissism yang berarti suka membanggakan diri sendiri. Memang secara nyata sifat narsis tidak hanya sebatas pada “tampilan foto/gambar yang di cakep-cakepin…..” saja, tetapi jauh lebih luas dari itu dan menyentuh pada aspek psikologis manusia. Namun orang yang suka berfoto dengan pose yang dibuat-buat biar kelihatan seolah-olah paling keren seperti yang dipasang di profile facebook juga termasuk salah satu bentuk perilaku narsis.
Setelah saya baca-baca berbagai artikel, ternyata istilah narsis (narcissism) diambil dari sebuah mitologi yunani dimana seorang kesatria yang bernama Narcissus (ναρκισσος - NARKISSOS) dan parasnya elok bukan main suka memuja dirinya sendiri dan banyak menolak cinta secara kejam dari para wanita yang mencintainya. Sampai suatu saat dia menolak cinta Echo, yang menyebabkan Echo patah hati, dan Narcissus dikutuk sehingga jatuh cinta pada bayangannya sendiri di air kolam .Tanpa sengaja ia menjulurkan tangannya, sehingga ia tenggelam dan tumbuh bunga yang sampai sekarang disebut bunga narcissus yang saya sendiri juga ndak tahu bentuknya.
Istilah "Narsisme" (dengan mengambil kisah Narcissus) pertama kali digunakan dalam psikologi oleh psikiater Austria Sigmund Freud pada tahun 1890-an untuk menggambarkan sifat manusia yang sangat senang mengagumi/melebih-lebihkan dirinya sendiri. Narsisme adalah salah satu bentuk kesombongan manusia dan beberapa pakar psikoanalis mengkategorikan sifat ini sebagai sebuah penyimpangan psikologis pada manusia.
Berbagai karakteristik kepribadian telah dikaitkan dengan narsis. Sebagai contoh, narsis sering didefinisikan sebagai sibuk dengan mimpi-mimpi kesuksesan, kekuasaan, keindahan, dan kecemerlangan serta mencari perhatian dan kekaguman dari orang lain.
Sebagai kesimpulan, Belajarlah mulai dari sekarang untuk tidak berperilaku narsis. Penghargaan, rasa hormat, respek, loyalitas dan sejenisnya tidak harus didapatkan dari orang lain dengan cara-cara yang narsis, cara-cara yang melebih-melebihkan diri sendiri seolah-olah kita ini adalah orang “yang paling…..”. Mari kita raih semua itu dengan karya nyata, tidak dengan kepura-puraan. Mari kita kikis secara perlahan-lahan kultur yang terlalu mendewa-dewakan “tampilan luar” sehingga seringkali melupakan inner quality yang lebih substansial untuk diperhitungkan.
Sebagai kesimpulan, Belajarlah mulai dari sekarang untuk tidak berperilaku narsis. Penghargaan, rasa hormat, respek, loyalitas dan sejenisnya tidak harus didapatkan dari orang lain dengan cara-cara yang narsis, cara-cara yang melebih-melebihkan diri sendiri seolah-olah kita ini adalah orang “yang paling…..”. Mari kita raih semua itu dengan karya nyata, tidak dengan kepura-puraan. Mari kita kikis secara perlahan-lahan kultur yang terlalu mendewa-dewakan “tampilan luar” sehingga seringkali melupakan inner quality yang lebih substansial untuk diperhitungkan.
No comments
Note: Only a member of this blog may post a comment.