Keistimewaan Undang-Undang Desa Terbaru No. 6 Th. 2014 Pengantar Setelah melalui perdebatan panjang se...
Keistimewaan
Undang-Undang Desa Terbaru No. 6 Th. 2014
Pengantar
Mengapa Undang-Undang Desa yang
disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 15 Januari 2014
itu terasa begitu istimewa? Bahkan
berkali-kali Kepala Desa dari beberapa daerah di Indonesia berkumpul di Jakarta
melakukan unjuk rasa menuntut agar RUU Desa segera disahkan menjadi
Undang-Undang. Apa keistimewaan Undang-undang Desa tersebut ? Untuk mengetahui
jawabannya ikuti uraian berikut ini.
1. Dana Milyaran Rupiah akan masuk ke Desa
Isu yang berkembang bahwa dengan disahkannya Undang-Undang
Desa maka tiap Desa akan mendapatkan kucuran dana dari pemerintah pusat melalui
APBN lebih kurang 1 Milyar per tahun. Ini bisa kita baca pada pasal 72 ayat (1)
mengenai sumber pendapatan desa, dalam huruf d. disebutkan "alokasi dana
desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima
Kabupaten/Kota". Selanjutnya dalam ayat (4) pasal yang sama disebutkan
"Alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling
sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima
Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi
Dana Alokasi Khusus".
Menurut Priyo Budi Santoso wakil ketua DPRRI, UU Desa juga mengatur tentang alokasi dana dari pemerintah pusat. "Selama ini kan tidak pernah ada anggaran dari pusat. Jumlahnya sebesar 10 persen dari dana per daerah, wajib diberikan, nggak boleh dicuil sedikitpun. Kira-kira sekitar Rp700 juta untuk tiap desa per tahunnya," ujar dia.
Sementara itu Wakil Ketua Pansus RUU
Desa, Budiman Sudjatmiko, menyatakan jumlah 10 persen dari dana perimbangan
yang diterima Kabupaten/Kota dalam anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus
harus diberikan ke Desa. "Sepuluh persen bukan diambil dari dana transfer
daerah," kata Budiman. Artinya, kata Budiman, dana sekitar Rp104,6 triliun
ini dibagi sekitar 72.000 desa. Sehingga total Rp1,4 miliar per tahun per desa.
"Tetapi akan disesuaikan
geografis, jumlah penduduk, jumlah kemiskinan," ujarnya.
Dana itu, kata Budiman, diajukan
desa melalui Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) yang anggotanya merupakan wakil
dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara
demokratis.
BPD merupakan badan permusyawaratan
di tingkat desa yang turut membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam
penyelenggaraan Pemerintah Desa. "Mereka bersidang minimal setahun
sekali," ujar Budiman.
2. Penghasilan Kepala
Desa
Selain Dana Milyaran Rupiah,
keistimewaan berikutnya adalah menyangkut penghasilan tetap Kepala Desa.
Menurut Pasal 66 Kepala Desa atau yang disebut lain (Nagari) memperoleh gaji
dan penghasilan tetap setiap bulan. Penghasilan tetap kepala desa dan perangkat
desa bersumber dari dana perimbangan dalam APBN yang diterima oleh
kabupaten/kota ditetapkan oleh APBD. Selain penghasilan tetap yang dimaksud,
Kepala Desa dan Perangkat Desa juga memperoleh jaminan kesehatan dan penerimaan
lainya yang sah.
3. Kewenangan Kepala
Desa
Selain dua hal sebagaimana tersebut
diatas, dalam UU Desa tersebut akan ada pembagian kewenangan tambahan dari
pemerintah daerah yang merupakan kewenangan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yaitu adanya peluang desa untuk mengatur penerimaan yang merupakan
pendapatan desa yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 72 UU Desa. Hal ini
ditegaskan oleh Bachruddin Nasori, Anggota Panitia Kerja Rancangan
Undang-Undang Desa (Panja RUU Desa).
“Jika selama ini, Kepala desa menjadi pesuruh
camat, bupati. Tapi hari ini jadi raja dan penentu sendiri, jadi Kepala Desa
yang berkuasa penuh mengatur dan membangun desanya," kata Bachruddin
Nasori.
Apakah
dengan demikian Kepala Desa akan menjadi Raja-raja kecil ?
Walaupun dengan Undang-Undang Desa
ini Kepala Desa mempunyai kewenangan penuh dalam mengatur dan mengelola
keuangan sendiri tetapi seorang Kepala Desa tidak boleh menjadi Raja Kecil.
Mantan Ketua Pansus Rancangan Undang-Undang Desa DPR RI, Budiman Sujatmiko,
pada acara sosialisasi UU Desa untuk 253 kepala desa di Kabupaten Subang, Sabtu
(11/1/ 2014), menegaskan "Saudara kelak tidak boleh jadi raja-raja kecil
di desa," ujar Budiman yang disambut aplous seluruh kepala desa yang
hadir.
Dikatakan Budiman, kewenangan dan
alokasi dana yang besar yang diamanatkan UU Desa itu, tidak ada satu pasal pun
yang mengisyaratkan monopoli kebijakan
Kepala Desa. Bahkan, lanjut Budiman, Kepala Desa akan memikul tanggung jawab
yang lebih besar untuk mempertanggungjawabkan semua kewenangan dan pengelolaan
dana yang akan dilakukannya kelak.
4. Masa Jabatan
Kepala Desa bertambah
Dengan Undang-Undang Desa yang baru
masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun dan dapat dapat menjabat paling banyak
3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut
(pasal 39). Demikian juga dengan masa jabatan Badan Permusyawaratan Desa,
mereka bisa menjabat paling banyak tiga kali masa jabatan, baik secara berturut
turut maupun tidak berturut-turut. Hal Ini berbeda dengan Undang-Undang yang
berlaku sebelumnya yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 dimana Kepala Desa dan BPD
hanya bisa menjabat paling banyak 2 (dua) kali masa jabatan.
5. Penguatan Fungsi
Badan Permusyawaratan Desa.
Menurut pasal 55 UU Desa yang baru,
Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi:
a. membahas dan menyepakati
Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
b. menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat Desa; dan
c. melakukan pengawasan kinerja
Kepala Desa.
Disini ada penambahan fungsi BPD
yaitu pada huruf c yaitu melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Hal ini
berbeda dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,dimana dalam pasal 209
disebutkan Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa
bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Tantangan dan Tanggung Jawab
Banyak kalangan meragukan
keefektifan Undang-Undang ini. Keraguan mereka terutama pada kekhawatiran akan
pengelolaan dana yang begitu besar. Jangan-jangan dana ini akan menjadi bancaan
bagi Desa yang menerimanya. Menanggapi hal ini Budiman Sudjatmiko mengatakan,
“Bancakan dana desa ini, bisa dihindari karena dana ada di kabupaten. Sementara
penyusunan proposal pengajuan anggaran ini, tidak berjalan sendiri. Ada
pemerintah kota dan pemerintah kabupaten yang melakukan pendampingan, termasuk
penyusunan budgeting”.
Selain itu, menurut Priyo Budi
Santoso, UU ini juga diharuskan membentuk semacam DPR tingkat desa, namanya
Badan Permusyawaratan Desa. Anggotanya sekitar sembilan orang. "UU ini
tidak memangkas kewenangan Bupati atau Walikota atau Gubernur pada kepala
desa," kata dia.
Tanggapan
Pemerintah
Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi,
meminta masyarakat tidak khawatir dengan potensi penyimpangan dana triliunan
rupiah ini sebab setiap tahun akan dilakukan pengawasan sistem. Pemerintah,
kata dia, akan melakukan pengawasan dalam penetapan anggaran, evaluasi anggaran
dan pertanggungjawaban anggaran. Selain itu, kata dia, ada juga audit dari
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memeriksa semua penyelenggara anggaran itu
setiap akhir tahun.
"Kalau BPK merekomendasi ada
yang bersifat administratif, tentu harus diselesaikan secara administratif.
Kalau ada temuan yang indikasi bersifat pidana dan merugikan negara, bisa saja
BPK melanjutkan kepada aparat penegak hukum," ujarnya.
Tak hanya itu, kata Gamawan,
pemerintah juga akan segera merumuskan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengatur
mekanisme pertanggungjawaban, pendistribusian uang, pengawasan dan mekanisme
pencairan dana.
Sementara, kata Gamawan, untuk
pengoptimalisasian program pemerintah ke desa, akan ada sedikit perubahan
desain. Saat ini ada beberapa kementerian dan lembaga yang langsung punya
program di desa. Nantinya semua dana-dana itu akan disatukan.
"Itu nanti yang kemudian
diserahkan kepada desa. Nanti langsung diturunkan kepada kabupaten, kemudian
kabupaten yang mendistribusikan ke desa berdasarkan kriteria yang sudah kita
tetapkan," ujar Gamawan. Kriteria itu, kata Gamawan, misalnya berdasarkan
luas wilayah, jumlah penduduk, letak kesulitan geografis, tingkat kemiskinan
dan beberapa variabel lainnya.
Dana itu, kata Gamawan, akan diambil
pada APBN 2015. Sebab, dana APBN 2014 ini sudah disahkan peruntukannya.
"Kami sepakat segera (didistribusikan), makanya kami segera bentuk tim.
Setelah selesai PP, nanti alokasi daerah bisa saja tahun pertama 75 persen dan
tahun kedua 25 persen. Karena kami sudah komitmen," ujarnya.
Sementara menunggu APBN 2015, dana
untuk desa ini diambil dari Alokasi Dana Daerah. "ADD tetap berjalan.
Program yang sudah diputuskan 2014 itu tetap jalan," katanya.
Sementara di kantornya, Rabu 18
Desember 2013 pagi sebelum RUU disahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) meminta seluruh otoritas terkait khususnya di tingkat wali kota dan
bupati yang mengatur keuangan desa, menggunakan anggaran tersebut dengan baik.
"Hari ini secara khusus saya meminta perhatian kabupaten dan kota, para
bupati dan para wali kota, tentunya para gubernur untuk memastikan bahwa
anggaran itu betul-betul disalurkan dan juga digunakan dengan baik,"
ujarnya.
Kepala
Desa Harus belajar Pembukuan / Accounting
Anggota Panitia Kerja Rancangan
Undang-Undang Desa (Panja RUU Desa) Bachruddin Nasori menyatakan dengan
ditetapkannya RUU Desa menjadi UU, maka Kepala Desa harus belajar pembukuan
(accounting). Sebab, dengan UU Desa yang baru disahkan hari ini oleh DPR RI,
dana sebesar 10 persen dari APBN akan masuk langsung ke desa.
"Dengan disahkan UU Desa,
Kepala Desa harus belajar accounting karena kepala desa nanti akan menjadi
pejabat pembuat komitmen. Jangan sampai kepala desa masuk penjara karena
ketidakmengertiannya dalam mengelola keuangan," kata Bachruddin usai rapat
paripurna pengesahan RUU Desa di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.
"Selama ini tidak pernah
terpikirkan adalah APBN tidak pernah masuk desa. Selama ini
kementerian-kementerian menjadikan desa sebagai objek dari proyek yang hasilnya
diambil pusat," kata Bendahara Umum PKB itu.
Alokasi dana ini diharapkan dapat
mengakselerasi pembangunan di tingkat desa. Sebelum-sebelumnya, alokasi dana
dari APBN belum menyentuh sampai ke tingkat desa.
Disamping itu, dengan UU Desa ini,
nantinya kepala desa dapat mengambil kebijakan—secara mandiri—dalam mengelola
potensi dan pembangunan desanya, tanpa didikte oleh kepala daerah atau
pemerintah pusat seperti yang berlangsung selama ini.
Namun demikian, menurut Bacharuddin,
dana sebesar itu (Rp 1 Miliar/tahun) mesti ada pertanggungjawabannya secara
administratif. Oleh sebab itu setiap kepala desa wajib menguasai akuntansi atau
minimal pembukuan, agar pemakaian dana tersebut bisa dipertanggungjawabkan.
Jika dari sisi data akuntansi tidak
valid dikhawatirkan akan banyak kepala desa yang tersandung kasus korupsi.
“Jangan sampai kepala desa masuk
penjara karena ketidakmengertiannya dalam mengelola keuangan,” imbuh
Bachruddin.
Melihat banyaknya pejabat kepala
daerah yang terjerat kasus korupsi, bukan tak mungkin jika ladang korupsi itu
akan pindah ke Kantor-Kantor Kepala Desa, setelah diberlakukannya UU Desa yang
baru ini nantinya.
Oleh sebab itu, pihaknya menghimbau
agar para Kepala Desa beserta perangkatnya mulai sekarang belajar Accounting.
Kepala BPK RI Perwakilan Jawa Barat,
Kornel Syarif Prawiradiningrat, mengingatkan agar para kepala desa yang akan
segera mendapatkan dan miliaran itu bersikap ektra hati-hati.
"Jangan sampai setelah menerima
duit miliaran rupiah lalu beberapa bulan kemudian berurusan dengan penegak
hulum," ujar Kornel. Ia mencontohkan, era otonomi daerah gara-gara salah
urus soal keuangan telah menyeret 525 bupati dan walikota berurusan dengan
hukum.
Lalu, ia memberikan solusi jitu agar
para kepala desa lepas dari jeratan hukum. "Buat pembukuan yang baik,
akuntabel dan transfaran," Kornel menjelaskan.
Pembukuan yang baik yakni mencatat
semua penerimaan dan pengeluaran dengan detil. Misalnya, setiap pembelian
barang harus ada kuitansinya, barang yang dibeli harus sesuai peruntukannya.
"Tidak boleh ada yang
disembunyikan dan dimainkan, semua bukti-bukti dicatat secara benar dan
lengkap," jelas Kornel.
Penutup
Dari sekian banyak Undang-Undang
yang mengatur tentang Desa sejak Indonesia merdeka 17 Agustus 1945 memang
Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 adalah yang terbaik. Desa sebagai ujung
tombak pemerintahan terbawah memiliki otonomi dalam mengatur pembangunan untuk
mensejahterakan rakyatnya. Akan tetapi dalam pelaksanaannya harus diawasi agar
tidak terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang. Badan Permusyawaratan
Desa sebagai unsur pemerintahan Desa harus bisa menjalankan tugas dan fungsinya
sesuai amanat Undang-Undang agar Kepala Desa tidak terjebak dalam jeratan
hokum. Masyarakat Desa diharapkan juga ikut mengawasi dan mengambil peran aktif
melalui musyawarah desa agar pelaksanaan pembangunan bisa benar-benar efektif
dan tepat sasaran serta dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Posted by : Ngatiyat Prambudi
Sekretaris BPD Bakung Pringgodani
Kec. Balongbendo - Kab. Sidoarjo
Jawa Timur