Oleh : Anton Prasetyo Rabu (27/6) masyarakat Indonesia secara serempak memilih calon pemimpin masing-masing daerah. Masing-masing dari seti...
Oleh : Anton Prasetyo
Rabu (27/6) masyarakat Indonesia secara serempak memilih calon pemimpin masing-masing daerah. Masing-masing dari setiap individu masyarakat memiliki pilihan yang dianggapnya akan membawa “keberuntungan” di masa mendatang. Menariknya, meski setiap mereka memiliki tujuan yang sama, yakni memilih pemimpin yang diharapkan akan dapat membawa ke arah perubahan yang lebih baik, namun antara satu orang dengan lainnya sering mengalami perbedaan pilihan.
Realitas perbedaan pendapat merupakan sunatullah yang mesti dialami. Karena, beda kepala beda beda pendapat. Antara satu orang dengan yang lainnya sering kali memiliki perbedaan pandangan untuk menentukan kebenaran suatu objek.
Dalam Islam, perbedaan justru mengandung rahmat. Perbedaan sudah terjadi di masa sahabat, tabi’in, tabiit tabiin, hingga para imam dan ulama. Tak cukup dengan itu, para nabi pun sering kali berbeda pendapat. Sebagai missal, kita dapat membaca surat al-Anbiya’ ayat 78 – 79, di mana Nabi Daud dan Nabi Sulaiman berbeda pendapat. Allah SWT berfirman:
“Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu di rusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu, maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud Dan Kamilah yang melakukannya.” (QS. Al-Anbiya’: 78 – 79).
Perbedaan pendapat bukan saja dalam perkara besar. Dalam keluarga saja sering kali terdapat perbedaan. Sebagai misal, dalam satu keluarga, antara suami dan istri saja sering kali berbeda pendapat dalam menentukan pilihan baju untuk anaknya. Si suami bisa saja beranggapan bahwa anaknya cocok menggunakan kaos dengan kancing di atas namun si istri justru memilih baju formal berkerah. Tak cukup dengan hal itu, seseorang bisa saja berbeda pendapat antara satu waktu dengan waktu yang lain. Bisa saja seseorang menganggap bahwa minuman dengan merek “A” merupakan minuman paling enak, namun satu tahun kemudian, ia memilih minuman merek “B” sebagai minuman paling baik.
Bermula dari sinilah, dalam rangka mewujudkan politik damai, masyarakat Indonesia mesti cerdas dalam menyikapi adanya perbedaan. Masyarakat Indonesia mesti sadar bahwa setiap individu memiliki perbedaan pengalaman hidup dan pendapatan ilmu pengetahuan. Dalam pada itulah, setiap individu juga sering kali memiliki perbedaan pemikiran, termasuk dalam pilihan politik. Perbedaan yang ada bukan berarti satu orang memilih yang terbaik sementara yang lain adalah yang terburuk. Dipastikan perbedaan yang ada, karena masing-masing menganggap bahwa pilihannya adalah yang terbaik.
Berawal dari sinilah, dalam rangka mewujudkan politik damai, antara satu individu dengan yang lainnya mesti terus memupuk rasa toleransi. Diri pribadi mesti memiliki pilihan serta alasan sehingga yakin bahwa yang dipilih adalah yang terbaik. Namun demikian, setiap pribadi juga mesti sadar bahwa pilihan orang lain yang tidak sama belum tentu lebih jelek dari pilihannya. Semua adalah ber’ijtihad’ dalam menentukan pilihan. Semua memiliki kemungkinan benar dan salah. Maka, sikap toleran adalah jalan yang mesti ditempuh.
Wallahu a’lam.
https://jalandamai.org/cerdas-wujudkan-politik-damai.html
No comments
Note: Only a member of this blog may post a comment.