Page Nav

10

Grid

SNIPSET

true
true

Pages

Breaking News:

latest

Masyarakat Mengawasi Pembangunan Desa

Oleh: Tohap P. Simamora. Tidak ada proses pembangunan tanpa pengawasan, namun dalam pelaksanaannya sering kita temukan bahwa tugas-tu...

Oleh: Tohap P. Simamora.

Tidak ada proses pembangunan tanpa pengawasan, namun dalam pelaksanaannya sering kita temukan bahwa tugas-tugas pengawasan tidak berjalan efektif sebagaimana yang diharapkan. Kondisi demikian ini, tentunya bisa kita lihat dari banyaknya ditemukan hasil-hasil pembangunan yang sudah dikerjakan mengalami kegagalan atau tidak memberi manfaat bagi penggunanya.

Jika kita berjalan-jalan ke sudut-sudut desa di Sumatera Utara, tidak sedikit proyek fisik yang dibangun Pemerintah ditemukan dengan kondisi tidak berfungsi, jika pun masih berfungsi biasanya ada pihak ketiga yang mengelola atau mengurusnya. Seperti : Rumah Dinas Guru, Gudang Lantai Jemur Koperasi, Pos Pelayanan Bidan Desa, Tali Air/Irigasi, dan lain sebagainya.
Bahkan, secara khusus penulis pernah menemukan satu unit mesin pembungkus berbiaya ratusan juta rupiah terlantar di sebuah Ruang Pamer UKM di Tapanuli Selatan.

Mesin yang merupakan sumbangan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Sumatera Utara itu sama sekali tidak bisa dipergunakan pengusaha UKM untuk membungkus keripik ubi yang dikelolanya. Alasannya cukup klasik, yakni mesin membutuhkan arus listrik hingga 3000 watt sedangkan yang tersedia hanya 450 watt dan tidak adanya operator yang dilatih untuk mengoperasikan mesin tersebut.

Ketika hasil-hasil pembangunan yang telah dikerjakan pemerintah tidak memberi manfaat bagi masyarakat penggunanya, lantas apa yang bisa dilakukan masyarakat itu sendiri ?
Seyogianya bukan hanya lembaga yang terdaftar atau menjadi bagian dari Pemerintah yang melakukan pengawasan terhadap proses pembangunan. Saat ini, pengawasan dari masyarakat sudah sangat strategis dan diatur di berbagai Undang-undang. Masyarakat menjadi subjek yang layak diperhatikan karena hasil-hasil dari pembangunan itu nantinya juga untuk masyarakat.

Sejauh ini, pentingnya pengawasan yang dilakukan masyarakat terhadap proses pembangunan dapat dilihat dari dua sudut pandang yakni Kenegaraan dan Manajemen. Menurut Ade Cahyat dan Sigit Wibowo dalam tulisannya “Masyarakat Mengawasi Pembangunan Daerah” jelas menyebutkan. Dari sudut pandang Kenegaraan, masyarakat atau setiap warga negara memiliki hak untuk melakukan pengawasan. Ini merupakan salah satu ciri-ciri dari sebuah negara demokrasi.

Demikian halnya dari sudut pandang Manajemen, keberhasilan sebuah usaha sangat tergantung kepada kepuasan para pelanggannya. Jika usaha yang dijalankan, baik dalam bentuk jasa maupun barang tidak memperhatikan tingkat kepuasan pelanggan/pengguna maka pemberi layanan dinilai gagal menjalankan amanah yang diberikan kepadanya.

Jadi, dengan cara melibatkan atau menyertakan masyarakat sebagai pengawas maka akan mengurangi potensi dari kegagalan proyek-proyek pembangunan seperti yang selama ini terjadi.
Dalam Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014, masyarakat desa tidak hanya dilibatkan sebagai pengawas, tetapi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan desa. Pada Pasal 78 ayat 2 disebutkan, Pembangunan Desa meliputi tahap Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengawasan. Untuk ketiga tahapan ini, masyarakat desa harus diikutsertakan.

Dengan ikut sertanya masyarakat desa dalam proses pembangunan desa mulai dari Perencanaan, Pelaksanaan hingga Pengawasan, secara otomatis pintu pengawasan sudah bisa diselaraskan dengan sistem dan struktur sesuai kebutuhan. Sistem merupakan aturan-aturan yang disepakati, sedangkan struktur adalah perangkat yang dibentuk untuk memudahkan pengawasan yang dilakukan secara internal maupun ekstemal.

Jika sistem dan struktur ini sudah diakomodasi sejak awal, akan kecil kemungkinan terjadi kecurangan ataupun kebocoran dana-dana yang dialokasikan ke desa-desa. Yang terjadi selama ini, kalangan perangkat desa maupun supra-desa (Kecamatan/Kabupaten) cenderung mengabaikan keterlibatan masyarakat desa dalam setiap mengambil kebijakan. Bahkan, ketika warga desa mempertanyakan hasil kerja karena dilihat/dirasakan tidak bermanfaat atau mubajir, tidak jarang warga yang mengungkapkan masalah itu disingkirkan dan ada yang diberi stigma bahwa yang bersangkutan tidak menginginkan adanya pembangunan di desanya.

Sistim pengawasan yang dilakukan masyarakat sebenarnya sudah merupakan bagian dari hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Bahkan pengawasan itu merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia, khususnya Hak untuk Mendapatkan Informasi, Hak Untuk Berpendapat, Hak untuk Melakukan Pengaduan serta Hak untuk Berpartisipasi dalam pembangunan dan penyelenggaraan negara.

Hak-hak ini sebenarnya sudah melekat pada diri setiap warga negara tanpa terkecuali. Hanya saja, ketidaktahuan dan keapatisan selama ini sepertinya sudah tertanam bagi warga desa sehingga membuat proses pengawasan pembangunan menjadi terabaikan. Masyarakat masih enggan atau merasa takut untuk menyampaikan pelaporan atau pengaduan ke pihak yang berkompeten.

Karena itu, perlu adanya kesadaran dan kemampuan dimiliki masyarakat desa untuk melakukan pengawasan terhadap proses pembangunan desa, baik yang dilaksanakan Pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten/Provinsi maupun dari Kementerian/Lembaga Pusat.

Selama ini, pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat desa masih bersifat kasuistis, temporer dan cenderung dilakukan orang atau kelompok tertentu. Selain itu, bentuk pengawasan mengarah pada penggunaan keuangan negara, sedangkan menyangkut prosedur kerja atau kebijakan yang dibuat pemerintah masih terabaikan.

Sementara, Hak Perlindungan sebagai saksi yang sudah diatur dalam Pasal 9 Undang Undang No.28 Tahun 1999 dan Pasal 34 Undang Undang No.26 Tahun 2000 yang mengatur jaminan perlindungan hukum pada masyarakat sebagai saksi hingga saat ini belum tersosialisasi di tengah-tengah masyarakat kita.***