Page Nav

10

Grid

SNIPSET

true
true

Pages

Breaking News:

latest

BEDAH ANATOMI PARTISIPASI

Oleh: Lendy W. Wibowo Budaya menunjukkan Bangsa. Bangsa disebut punah ketika budaya bangsa itu menghilang. Bahkan dalam perang modern, b...

Oleh: Lendy W. Wibowo
PiramidaAnatomiBudaya menunjukkan Bangsa. Bangsa disebut punah ketika budaya bangsa itu menghilang. Bahkan dalam perang modern, budaya menjadi kajian pada pusat study pertahanan Internasional. Mengalahkan kajian militer. Sementara itu pendekatan antropologi menjadi pilihan termasuk dalam dunia bisnis. Oleh karena itu dalam pembangunan Desa, budaya dan pendekatan antropologi diharapkan menjadi penopang dan tiang utama. Diantara warisan budaya terpenting dalam konteks Desa adalah partisipasi masyarakat dalam Pembangunan Desa.
Salah satu sumber belajar adalah dari kesalahan. Kita tidak pernah mampu memperbaiki keadaan jika tidak mengenali kesalahan-kesalahan. Salah satu kesalahan tindakan partisipasi di Desa adalah bahwa ia tidak pernah dibedah anatominya. Anatomi partisipasi di Desa diantaranya adalah soal Keterlibatan, Aturan Main, Konsensus, Pengorganisasian, Habitus.
Pendekatan pendampingan dengan mengabaikan masyarakat sebagai subyek adalah kesalahan lain. Maka pendekatan pendampingan model tindakan partisipatif oleh masyarakat sendiri diharapkan menjadi paradigma baru setelah era UU Desa.

1 Keterlibatan
Keterlibatan masyarakat merupakan tingkatan proses masyarakat untuk hadir, terlibat secara aktif, menjadi bagian penting dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, pengendalian dan pelestarian kegiatan. Tingkatan proses ini sekalipun tidak bisa mewadahi semua komponen, tetapi ada saluran dan mekanisme dimana kesemuanya dapat melibatkan dan mempercayakan kepada pihak lain, hal ini dikenali sebagai suatu bentuk keterwakilan. Keterwakilan berjalan efektif manakala model komunikasi dengan pihak yang diwakili bersifat dua arah.
Kehadiran masyarakat adalah awal dari pelibatan diri terhadap adanya suatu tindakan bersama. Dalam contoh model pengorganisasian masyarakat, proses kehadiran perlu dimulai dengan sosialisasi yang tepat. Tanpa adanya sosialisasi yang tepat harapan menghindari mobilisasi akan sia-sia belaka.
201601-1Terlibat secara aktif adalah bentuk keberanian menampilkan buah pikiran, menyumbangkan tenaga, dana dan bahan¬bahan lain untuk mendukung terwujudnya suatu output kegiatan. Dimensi keterlibatan aktif adalah juga kerelaan untuk melakukan pengorbanan dari resources yang dimiliki. Menjadi bagian dari pengambilan keputusan berarti berperan serta dalam merumuskan dan menetapkan keputusan.
Dilema pengambilan keputusan yang sering terjadi masyarakat adalah adanya anggapan berakhirnya jam tayang’ justru pada saat ending cerita dari lakon yang ditampilkan memerlukan pelibatan segenap aktor. Keadaan ini menyebabkan pengambilalihan kewenangan di tangan para risk seeker atau para pengambil keuntungan. Suatu keadaan yang dilepaskan saat seharusnya pengambilan keputusan itu membutuhkan pelibatan aktif peserta.
201601-2Dalam tahapan inisiasi, identifikasi dan observasi terhadap kualitas keterlibatan masyarakat perlu dilakukan. Contoh model yang bisa dilihat adalah saat dilakukan kerja bakti warga, dalam banyak situasi keterlibatan hanya berupa kehadiran. Dinamika sosial mestinya adalah proses produksi dan reproduksi sosial, dimana masyarakat mampu mengembangkan kolektifitasnya. Keterlibatan masyarakat adalah titik temu antara penyadaran, peningkatan kapasitas, dan pendayaan dengan kepemimpinan partisipatif.
Keterlibatan masyarakat dalam lingkup pengambilan keputusan berarti mengembangkan pola dan cara musyawarah untuk mencapai mufakat. Inti dari musyawarah mufakat adalah terbangunnya konsensus oleh masyarakat. Sedangkan partisipasi dalam lingkup tindakan bersama adalah membangkitkan kembali cara dan pola gotong royong yang sebenarnya sudah berurat akar dalam tatanan sosial bangsa Indonesia.
2. Aturan Main
Aturan main merupakan norma, aturan yang mengikat dan harus ditaati oleh para anggota suatu entitas. Kita mengenal bentuk-bentuk aturan main yang ada, hidup dan berkembang di masyarakat Desa. Bentuk-bentuk aturan main bisa dilihat dari sifat dan cakupan dan pilihan terhadap sanksi bagi pelanggaran yang ada. Bentuk lain dari aturan main bersifat tertulis dan bersifat konvensional. Selain itu aturan main bisa dilihat dari perspektif obligasi/kewenangan, serta konsep penetapan tujuan kolektif. Contoh aturan main pada pertemuan warga, yang menghasilkan kesepakatan terhadap sesuatu. Misalnya tentang penanganan masalah, penyelesaian konflik, merumuskan pengembangan usaha dsb. Penguatan aturan main bisa bersifat formal maupun nonformal/kultural. Penguatan bersifat formal jika kesepakatan itu mengikuti kaidah hukum formal. Penguatan bersifat nonformal jika terdapat proses masuk nilai dan sebaran perikatan yang lebih besar, bisa karena meningkatnya pemahaman partisipan atau bertambahnya anggota. Contoh dari penguatan bersifat nonformal adalah kesepakatan warga banjar di Bali menjadi awik-awik. Contoh ini menjadikan proses penguatan aturan main lembaga Subak cukup berkembang. Transformasi aturan main di Bali relatif berjalan baik pada kasus Subak. Hal ini dapat diket
ahui saat penulis melakukan FGD tentang Subak.
201601-3
Justru yang menjadi soal tentang transformasi bukan pada aturan main itu tetapi pada perubahan basis nilai. Oleh karena itu ketika banyak orang ribut soal aturan main formal, sebenarnya yang paling pokok dan penting adalah sejauh mana aturan main telah berkembang menjadi topangan nilai kolektif yang membawa kemajuan dalam bentuk konsensus para pihak yang berkepentingan.
3. Konsensus
Konsensus adalah cara dimana masyarakat menetapkan persamaan-persamaan diantara mereka dalam rencana tindakan yang akan dilakukan. Konsensus adalah bentuk lanjut dari aturan main yakni penetapan kesepakatan dengan kadar pengaruh yang lebih kuat. Kekuatan konsensus dapat dilihat dari kualitas keterlibatan para partisipan dan sampai sejauh mana kesepakatan menyediakan perangkat/instrumen reward dan insentif bagi para loyalis dan sanksi bagi para pelanggar. Konsensus adalah output dari aturan main yang kuat, mengikat dan mendorong pencapaian tujuan. Oleh karena itu dalam konteks Pembangunan Desa, konsensus masyarakat diharapkan mampu melindungi dan mengembangkan pola dan cara lokal yang berkaitan dengan musyawarah mufakat serta gotong royong masyarakat Desa. Pada bagian lain suatu perlakuan yang bersifat cangkokan/transplantasi harus selaras dalam sistem dan praktik sosial yang berlaku. Konsensus yang matang lahir melalui pengorganisasian dan habitus.
4. Pengorganisasian
Pengorganisasian masyarakat penting untuk menjamin proses internalisasi keputusan-keputusan masyarakat Desa. Bahwa struktur masyarakat sebagian mencakup atas hasil konsensus, sementara itu masyarakat terdiri dari berbagai unsur dan berbagai kepentingan yang harus dapat dipertemukan. Pada bagian lain masih ditemukan sistem yang tidak berfungsi dengan baik dan struktur sosial yang penuh konflik. Maka pendekatan pemberdayaan mengupayakan dan mendorong strategi serta langkah membangun pengorganisasian masyarakat. Hal ini merupakan upaya masyarakat Desa secara terstruktur untuk membangun kesadaran, menggalang potensi dan melangkah menuju perbaikan dalam konteks tatanan sosial politik ekonomi Desa yang lebih luas.
201601-4Tujuan yang diharapkan dari pola dan cara ini adalah mengembangkan masyarakat terorganisir untuk terciptanya tatanan sosial yang lebih peka dan tanggap terhadap kondisi yang dialami termasuk mengalang potensi untuk kemajuan. Pengorganisasian masyarakat tidaklah sekedar membentuk organisasi, bukan pula sekedar fisik organisasi, akan tetapi meliputi langkah-langkah penyadaran, penggalangan potensi dan kekuatan, serta langkah-langkah penggerakan. Esensi pengorganisasian masyarakat adalah terciptanya rekonsiliasi berbagai kepentingan yang berbeda-beda, merumuskan dan membangun kepentingan bersama, mencakup seluruh unsur masyarakat dari berbagai strata ekonomi dan sosial dan bersifat lintas kemajemukan, serta memastikan terciptanya Desa Inklusif dimana seluruh unsur masyarakat Desa terlibat dan bahwa tidak ada diskriminasi dalam konteks Pembangunan Desa.

 5. Habitus
Habitus yang merupakan kebiasaan (dan pembiasaan) masyarakat Desa juga dibentuk melalui pendekatan pemberdayaan. Pemberdayaan dilaksanakan melalui sistem, prosedur maupun mekanisme proses dimana terjadi pengulangan-pengulangan kegiatan kolektif oleh masyarakat. Sifat berulang dibedakan berdasarkan kualitas kesadaran yang menyertainya. Pengulangan kegiatan dapat menyebabkan tumbuhnya kesadaran kolektif. Akan tetapi kesadaran kolektif ini dapat dibedakan berupa kesadaran mekanis-teknis dan kesadaran kritis. Tindakan kolektif berulang, akan beresiko pada kegagalan menemukan elan vitalnya manakala pendekatan yang dipakai didominasi pendekatan mobilisasi masyarakat.
Timbulnya kesadaran mekanis-teknis ini dapat ditemukan pada sebagian tempat dimana musyawarah Desa dianggap sebagai proses berulang yang menjemukan dan membuang waktu mereka. Pengulangan sebagai suatu proses kegiatan harus senantiasa diperbaharui makna, kepentingan, dan manfaatnya bagi masyarakat. Transformasi mesti dilakukan untuk membangun habitus, suatu kebiasaan dengan kesadaran sebagai basis praksis (kegiatan berkesadaran).
Habitus sebagai kebiasaan masyarakat yang lebih cenderung bersifat permanen dimana di dalamnya diikuti adanya perangkat nilai. Yang membedakan kesadaran mekanis teknis dengan habitus adalah masuknya dimensi nilai yang mendasari tindakan kolektif yang dilakukan. Perilaku dan tindakan sosial yang mengekspresikan adat adalah contoh dari habitus. Kalau kesadaran teknis-mekanis bersifat temporer berkaitan adanya pengaruh kepentingan dan relasi kekuasaan, maka habitus lebih bersifat permanen meski dipengaruhi hal yang sama. Intervensi dalam bentuk pengembangan model pelatihan yang mampu menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat harus diberikan.